kievskiy.org

Kembalikan Bulog ke Posisi Semula sebagai Penyangga Pangan

Sejumlah pekerja angkut tengah mengangkut beras di Gudang Bulog Kasokandel, Kecamatan Kasokandel, Kabupaten Majalengka beberapa waktu lalu. Kepala Sub Divre Bulig Cirebon memastikan stok beras di gudang sangat aman bahkan berlebih. Kebutuhan per bulan untuk Cirebon, Majalengka dan Kuningan hanya sebanyak 1.000 ton per bulan sedangkan stok mencapai 63.000 ton.
Sejumlah pekerja angkut tengah mengangkut beras di Gudang Bulog Kasokandel, Kecamatan Kasokandel, Kabupaten Majalengka beberapa waktu lalu. Kepala Sub Divre Bulig Cirebon memastikan stok beras di gudang sangat aman bahkan berlebih. Kebutuhan per bulan untuk Cirebon, Majalengka dan Kuningan hanya sebanyak 1.000 ton per bulan sedangkan stok mencapai 63.000 ton. / Pikiran Rakyat/Tati Purnawati

PIKIRAN RAKYAT - Pengajar di Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof. Dwi Andreas Santosa mengatakan, saban tahunnya penurunan produksi gabah di Indonesia rata-rata mencapai 1 persen. Penurunan tersebut konstan terjadi karena petani tak mau terus-menerus rugi lantaran harga jual yang tak sebanding dengan biaya produksi.

"Selama 10 tahun terakhir, petani merasakan kerugian pada lima tahun di antaranya. Lalu buat apa mereka menanam padi? Itu yang membuat banyak dari petani berhenti menanam padi," ucap Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) itu.

Kerugian dinilai karena dipicu kebijakan pemerintah yang lebih mengutamakan konsumen daripada petani. Menurutnya, ketimpangan tersebut terwujud dalam harga pembelian pemerintah untuk gabah kering panen yang dipatok lebih rendah daripada biaya produksi.

Harga pembelian pemerintah gabah kering panen Rp5.000 per kilogram. Padahal biaya produksi petani pada 2022 Rp5.700 per kilogram. Lantaran enggan rugi, banyak petani yang tak mau bertransaksi dengan Bulog, sehingga konsekuensinya, Bulog harus memenuhi kuota cadangan beras melalui skema impor.

"Dengan kapasitas gudang mereka sekarang, Bulog sebenarnya mampu menyimpan sekitar 3.000.000 ton beras atau 10 persen dari produksi gabah nasional," kata dia, "namun 10 persen gabah nasional itu harus dibeli Bulog dengan harga yang wajar."

"Beras hasil penggilingan gabahnya lalu bisa mereka gunakan untuk mengintervensi pasar, terutama pada masa akhir tahun sampai awal tahun ketika harga beras cenderung naik. Idealnya seperti itu," tuturnya lagi menerangkan.

Kembalikan Bulog ke posisi semula

Warga menerima beras murah SPHP di Cimahi.
Warga menerima beras murah SPHP di Cimahi.

Andreas menilai, situasi dan peran Bulog yang tidak ideal seperti saat ini yang membikin pemerintah tak bakal pernah punya solusi berkelanjutan, untuk persoalan ketersediaan dan harga beras. Dengan status perusahaan umum, Bulog bakal sulit membeli gabah kering dari petani lokal dengan harga bersaing dengan perusahaan partikelir.

Selama bertahun-tahun terakhir, tuturnya, petani lokal lebih memilih menjual gabah kering ke perusahaan swasta, karena cuma perusahaan besar yang mampu membeli harga gabah kering dengan margin keuntungan untuk petani.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat