kievskiy.org

Dewan Pers: Publisher Rights Bukan Atur Jurnalisme Berkualitas, tapi Distribusi Konten

Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakkan Etika Pers Dewan Pers, Yadi Hendriana.
Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakkan Etika Pers Dewan Pers, Yadi Hendriana. /YouTube/Kemkominfo TV

PIKIRAN RAKYAT - Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakkan Etika Pers di Dewan Pers, Yadi Hendriana membantah anggapan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 32 Tahun 2024 tentang Tanggung Jawab Perusahaan Platform Digital untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas atau Publisher's Rights hanya sebatas untuk mengatur jurnalisme berkualitas.

"Di luar kan ada keraguan kenapa Perpres ini mengatur jurnalisme berkualitas. Enggak ada Perpres ini mengatur jurnalisme berkualitas," katanya dalam Dialog Forum Merdeka Barat 9 pada Jumat, 1 Maret 2024.

Dia menjelaskan, Publisher Rights sebenarnya mengatur perihal tanggung jawab platform dalam pendistribusian konten. Selama ini, kata Yadi, setidaknya ada tiga proses dalam jurnalisme. Di antaranya gathering atau peliputan, production atau editing, dan publishing atau penyiaran.

Baca Juga: Kominfo: Perpres Publisher Rights Bukan Ikut-ikutan Tren

"Tapi ada satu proses yang memang tidak terkait dengan kode etik, apa namanya? Proses yang keempat, namanya distribusi konten. Nah distribusi konten ini tidak memiliki standar etiknya," ucapnya.

Distribusi konten itu, kata Yadi, yang menjadi concern di balik lahirnya Publisher Rights. Terlebih dalam lima tahun terakhir, Dewan Pers menerima laporan terkait maraknya konten-konten yang tidak bertanggung jawab di platform digital.

"Karena sebelum perpres ini kemudian jadi dan awal-awal bergulir, platform digital kita itu bertebaran konten-konten porno, tidak bertanggung jawab, hoaks, dan lain-lain. Dan ini in line dengan pengaduan Dewan Pers selama lima tahun terakhir," tutur Yadi.

"Dewan pers menerima pengaduan dari masyarakat sekitar 3.500 lebih, yang paling besar kemarin tahun 2023, ada 831 kasus. Dari 3.600 pengaduan itu, 60 persen dilakukan oleh media tidak profesional, yang media profesionalnya 40 persen. Jadi besar sekali. Makanya dari sini," sambungnya.

Kemerdekaan Pers

Yadi menyayangkan banyaknya pihak yang mengaku media, tapi tak mendukung kebebasan pers karena mempublikasikan konten yang justru merusak produk-produk pers.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat