kievskiy.org

Koalisi Masyarakat Sipil Kritik RUU Penyiaran: Ancam Kebebasan Pers dan Ruang Digital

Ilustrasi pers.
Ilustrasi pers. /Pixabay/Engin_Akyurt

PIKIRAN RAKYAT - Koalisi Masyarakat Sipil mengkritik rencana revisi atas rancangan undang-undang (RUU) Nomor 32 Tahun 2022 tentang Penyiaran. Rencana perubahan sejumlah pasal dinilai mengancam kebebasan pers penyiaran dan kreativitas di ruang digital.

Kritik salah satunya disampaikan Pengurus Nasional Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bayu Wardhana. Ia mengatakan terdapat sejumlah pasal yang bermasalah sehingga mengancam kerja Jurnalistik.

Ia mencontohkan pada pasal 25 ayat 1 huruf q disebutkan wewenang menangani sengketa jurnalistik hanya oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Ia mengatakan selama ini adalah tanggung jawab dewan pers untuk mengatur dan mengawasi hal tersebut, sebagaimana mandat UU Pers.

"Nah ini membahayakan karena kemudian ada dualisme, ada dua lembaga yang mengurusi sengketa pers. Sebaiknya dikembalikan saja tetap di dewan pers," kata Bayu di Sekretariat AJI Indonesia, Jakarta Pusat, Rabu, 24 April 2024.

Kemudian di dalam pasal 56 ayat 2 huruf c dijelaskan pelarangan untuk menayangkan konten eksklusif jurnalistik investigasi. Untuk pasal ini dinilai dapat mengancam kebebasan pers.

Sementara itu, dilihat dari draf RUU Penyiaran, pasal 56 ayat 2 memuat 11 poin larangan terhadap isi siaran dan konten siaran seperti tidak boleh menayangkan konten terkait rokok, unsur mistik, hingga pengobatan supranatural.

Rencana revisi atas rancangan undang-undang (RUU) Nomor 32 Tahun 2022 tentang Penyiaran dikritik Koalisi Masyarakat Sipil.
Rencana revisi atas rancangan undang-undang (RUU) Nomor 32 Tahun 2022 tentang Penyiaran dikritik Koalisi Masyarakat Sipil.
"Eksklusif jurnalistik investigatif itu kan kalimatnya gak hidup tuh, kata sifat semua ini, kami menduganya itu, jangan-jangan investigasi gak boleh masuk di penyiaran," ucapnya.

Di sisi lain dia menyayangkan proses penyusunan RUU Penyiaran dilakukan tertutup tanpa diketahui publik sementara draft RUU sudah sejak Oktober 2023. Ia meminta agar penyusunannya dilakukan secara transparan.

Ia juga menyarankan agar rencana revisi RUU Penyiaran dilanjutkan oleh DPR untuk masa jabatan periode berikutnya, bukan di periode sekarang. Sehingga draft RUU dapat dibahas secara lebih mendalam.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Remotivi Yofantra Arief dalam siaran pers yang diterima mengatakan UU Penyiaran yang baru nantinya akan memperluas kewenangan KPI hingga ke ranah digital.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat