kievskiy.org

233 Pengaduan Pelanggaran Kode Etik Penyelenggaraan Pemilu, Berpotensi Meningkat

Ilustrasi Pemilu 2024.
Ilustrasi Pemilu 2024. /Antara/Andreas Fitri Atmoko

PIKIRAN RAKYAT - Sejak Januari hingga 8 Mei 2024, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) telah menerima 233 pengaduan dugaan pelanggaran (KEPP). Ketua DKPP Heddy Lugito memperkirakan jumlah pengaduan akan terus bertambah seiring dimulainya tahapan Pilkada 2024.

"Pilkada itu biasanya lebih banyak pengaduan ke DKPP, karena Pilkada ini apalagi serentak, kenapa sering terjadi jumlah pengaduan? Dan kenapa sering terjadi pelanggaran etik? Karena hubungan antara penyelenggara Pemilu di tingkat kabupaten/kota dan provinsi dengan peserta Pemilu lebih dekat, karena punya hubungan pribadi yang lebih dekat, juga mungkin kampanyenya," kata Heddy di kawasan Jakarta Pusat, Rabu, 8 Mei 2024.

Adapun dari 233 pengaduan yang telah diterima DKPP itu, rinciannya sebanyak 99 mengadukan KPU Kabupaten/Kota, kemudian sebanyak 66 mengadukan Bawaslu Kabupaten/Kota, 13 mengadukan PPK/PPD, 12 mengadukan Bawaslu Provinsi, 12 mengadukan KPU Provinsi, 9 mengadukan KPU RI, dan 7 mengadukan Bawaslu RI.

Sementara itu, pada awal tahun 2024 sampai dengan Mei 2024, jumlah perkara teregistrasi sebanyak 90 perkara, dengan rincian perkara yang telah diputus adalah 13 perkara dan 77 perkara dalam proses pemeriksaan. Dari 13 Putusan, jumlah Teradu 67 Teradu dengan rincian 54 Teradu direhabilitasi, 12 Teradu diberikan sanksi Teguran Tertulis dan 1 orang Pemberhentian Sementara.

Heddy menambahkan profesionalitas masih membayangi kinerja penyelenggara Pemilu. Heddy menjelaskan dari 57 Teradu yang telah dijatuhi sanksi oleh DKPP, prinsip yang paling banyak dilanggar Teradu adalah prinsip profesional sebanyak 43 Teradu sedangkan 11 Teradu melanggar prinsip berkepastian hukum dan 3 Teradu melanggar prinsip jujur.

Adapun lima provinsi dengan pengaduan terbanyak, yaitu Sumatera Utara 21 pengaduan; Jawa Barat 17 pengaduan, Papua Pegunungan 15 pengaduan; Papua Tengah 14 pengaduan dan Sumatera Selatan 12 pengaduan.

"Jika kita melihat data di atas, DKPP telah banyak melaksanakan sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu yang bertujuan untuk mewujudkan penyelenggara Pemilu yang profesional, kredibel, dan berintegritas," kata Heddy.

Kurang Anggaran

DKPP mengaku masih kekurangan anggaran untuk tugasnya menangani pelanggaran dan pembekalan etik penyelenggara Pemilu. Heddy menilai idealnya dana yang diperlukan sekira Rp87 miliar tetapi pada tahun ini nilai yang dianggarkan hanya Rp67 miliar.

"DKPP dalam menangani pelanggaran etik dan juga pembekalan etik bagi penyelenggara Pemilu, kita membutuhkan anggaran yang cukup tidak besar, masih kurang dari Rp100 miliar, kalau Rp67 miliar ditambah Rp20 miliar itu kan Rp87 miliar, kira-kira sebesar itu anggaran yang DKPP butuhkan dalam setahun," ujarnya.

Sejumlah program prioritas DKPP diperkirakan tidak terlaksana di tahun ini. Seperti penguatan kode etik dan perilaku penyelenggara Pemilu melalui Rapat Koordinasi Wilayah (Rakorwil), pendidikan dan sosialisasi etika penyelenggara Pemilu.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat