kievskiy.org

Perludem: MA Gagal Tafsir, Campur Aduk Syarat Calon dan Syarat Pelantikan

Gedung Mahkamah Agung (MA).
Gedung Mahkamah Agung (MA). /ANTARA/ Fakhri Hermansyah

PIKIRAN RAKYAT - Putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan permohonan hak uji materi Partai Garuda mengenai syarat usia calon kepala daerah menjadi polemik baru di tengah masyarakat. MA menyatakan bahwa Pasal 4 ayat (1) huruf d Peraturan KPU RI (PKPU) Nomor 9 Tahun 2020 tentang pencalonan pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, dan/atau wali kota dan wakil wali kota bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yakni Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016.

Terkait dengan hal itu, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai bahwa putusan MA tak bisa ditindaklanjuti oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Hal tersebut disampaikan langsung oleh Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati pada Kamis, 30 Mei 2024.

“Perludem menilai KPU tidak dapat menindaklanjuti putusan ini karena sifatnya yang menyebabkan perubahan frasa pasal a quo menjadi bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang Pilkada,” katanya, dikutip dari Antara pada Jumat, 31 Mei 2024.

Perludem berharap Komisi Yudisial (KY) bisa memeriksa majelis hakim yang bertugas dalam perkara uji materi tersebut. Menurut Perludem, apa yang dilakukan Partai Garuda itu mirip dengan perkara uji materi Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 di Mahkamah Konstitusi (MK) terkait syarat batas usia calon presiden (cawapres) dan wakil presiden (cawapres).

Khoirunnisa pun menyinggung bahwa upaya tersebut dilakukan demi keuntungan kelompok tertentu.

“Pengujian ini mencoba ‘mengotak-atik’ dan mencari celah peraturan perundang-undangan terkait pemilu/pilkada untuk kebutuhan kelompok tertentu. Terlebih lagi, Partai Garuda sebagai pemohon terlihat ‘memaksakan’ dalil-dalilnya, terutama terkait cara memaknai status calon kepala daerah,” ujarnya. 

MA Gagal Tafsir

Perludem menilai MA gagal menafsirkan ketentuan Pasal 7 ayat (2) huruf e UU Nomor 10 Tahun 2016. Lembaga negara tersebut justru mencampuradukkan aturan syarat calon kepala daerah dan syarat pelantikan calon kepala daerah.

“Padahal dua terma tersebut merupakan dua situasi yang memiliki akibat hukum berbeda dan tidak dapat dicampuradukkan. Terlebih lagi, UU Pilkada tidak mengenal adanya persyaratan pelantikan bagi calon terpilih setelah penetapan hasil oleh KPU,” ucapnya. 

Perludem menjelaskan bahwa dalam UU Pilkada, tak ada persyaratan pelantikan untuk calon terpilih setelah penetapan hasil oleh KPU.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat