kievskiy.org

Restorative Justice Bukan untuk Para Garong Uang Rakyat, Negara Tak Perangi Kejahatan Luar Biasa

Warga melintas di depan mural kritik bertuliskan
Warga melintas di depan mural kritik bertuliskan /Antara/Novrian Arbi

PIKIRAN RAKYAT - Pembedaan perlakuan terhadap maling uang rakyat dengan tidak pidana lain bukanlah bentuk diskriminasi.

Mahkamah Agung (MA) dinilai telah salah kaprah memahami konsep restorative justice. Pengabulan permohonan judicial review terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 dapat ditafsirkan bahwa MA tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi.

”Kalaupun itu dianggap sebagai bentuk diskriminasi, itu adalah diskriminasi yang diizinkan oleh undang-undang,” kata Zaenur Rohman, peneliti di Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat), Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada.

Ia mengatakan hal itu dalam diskusi publik bertajuk “Menyoal Pembatalan PP 99/2012: Karpet Merah Remisi Koruptor” yang disiarkan secara langsung di kanal YouTube Sahabat ICW, Selasa 2 November 2021.

Baca Juga: Negara Gelar Karpet Merah untuk Maling Uang Rakyat

Baca Juga: MA Ringankan Hukuman Maling Uang Rakyat, Novel Baswedan Curiga Ada Kesepakatan KPK

Pernyataan itu merupakan respons terhadap argumentasi MA yang menganggap tidak diberikannya remisi pada maling uang rakyat merupakan diskriminasi.

Atas alasan itulah, majelis hakim MA mengabulkan permohonan judicial review terhadap PP Nomor 99/2012, terutama Pasal 34A dan Pasal 43A.

Kedua pasal itu mengatur tentang remisi dan pembebasan bersyarat untuk narapidana kasus maling uang rakyat.

Menurut dia, diskriminasi muncul bila sesuatu yang sama diperlakukan secara berbeda. Padahal, tindak pidana maling uang rakyat jelas berbeda dengan tindak pidana lain.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat