kievskiy.org

Undang-Undang Anti-Selebaran Korea Utara Tuai Reaksi Keras dari Dalam dan Luar Korea Selatan

Ilustrasi Bendera Korea Utara dan Korea Selatan.
Ilustrasi Bendera Korea Utara dan Korea Selatan. /PIXABAY/Slon_pics

PIKIRAN RAKYAT – Terkait pengesahan RUU Partai Demokrat Korea (DPK) yang berkuasa di Majelis Nasional yang melarang pengiriman selebaran dengan pesan anti-Korea Utara melintasi perbatasan menimbulkan reaksi keras dari kelompok-kelompok pembelot dan oposisi serta komunitas internasional.

Kepala Pejuang untuk Korea Utara Merdeka (kelompok pembelot Korea Utara), Park Sang-hak mengatakan akan mengajukan petisi ke Mahkamah Konstitusi untuk menentang 'Undang-Undang Anti-Selebaran', yang dapat menurunkan hukuman penjara tiga tahun atau denda maksimal 30 juta won kepada orang-orang yang mengirim pesan kritis terhadap rezim Korea Utara melalui selebaran atau siaran.

DPK terus maju dengan mengesahkan RUU itu meskipun mengundang protes dari oposisi konservatif Partai Kekuatan Rakyat pada Senin malam waktu setempat, 14 Desember 2020.

Baca Juga: Indonesia Berniat Jadi Distributor Vaksin Covid-19 Asia Tenggara

RUU tersebut muncul setelah pernyataan dari Kim Yo-jong, saudara perempuan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un pada Juni lalu.

Dia dengan keras mengecam selebaran semacam itu dan meminta Seoul untuk mengambil sikap.

Oposisi dan aktivis HAM (Hak Asasi Manusia) Korea Utara seperti Park mencemoohnya karena Undang-Undang tersebut sama artinya dengan tunduk pada perintah Kim Yo-jong.

Baca Juga: Laporan AS: Pemerintah China Paksa 570.000 Etnis Uigur untuk Bekerja Memetik Kapas

"Undang-Undang perintah Kim Yo-jong adalah penghinaan dan pelanggaran terhadap kebebasan berekspresi. Kami akan mengajukan petisi ke Mahkamah Konstitusi ketika undang-undang tersebut berlaku," kata Park dalam sebuah pernyataan seperti dikutip Pikiran-Rakyat.com dari laman The Korea Times.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat