PIKIRAN RAKYAT - Blanwir atau blambir. Demikian sejumlah orang Sunda menyebut kendaraan pemadam kebakaran. Rupanya, istilah itu berasal dari bahasa Belanda, brandweer, yang memiliki arti, pemadam kebakaran.
Jejak dinas penjinak api itu sudah ada di zaman kekuasaan pemerintahan kolonial Belanda di negeri ini. Hal itu terlihat dari sejumlah pemberitaan media massa lawas.
Koran berbahasa Belanda, Bataviaasch Nieuwsblad pada 13 Agustus 1923 memberitakan upaya pemadaman yang dilakukan petugas brandweer saat kebakaran melanda sebuah kampung di Jalan Pungkur, Bandung.
Peralatan pemadaman kala itu juga tak jauh berbeda dengan saat ini. Petugas memakai slang untuk menyemprotkan air.
Baca Juga: Nasib Pemekaran Daerah di Jawa Barat yang Sudah Sejak Lama Diusulkan
Brandweer juga beraksi di Cirebon sebagaimana pemberitaan koran berbahasa Sunda, Sipatahoenan pada Jumat 16 Juli 1937 bertajuk, Tjirebon diamoek bahaja seuneu. Sekitar 200 rumah ludes terbakar dalam peristiwa yang terjadi di Desa Pakalangan tersebut.
"Brandweer gantjang noeloengan, tapi koe lantaran seuneu dibantoean koe angin koembang, toer dina powe mangsa sakitoe panasna, bet meh-meh kalah wowotan (Pemadam kebakaran segera datang membantu, namun karena api dibantu tiupan angin kumbang dan cuaca yang sedang panas, api semakin bertambah)," tulis Sipatahoenan.
Setelah dua jam, amuk api akhir bisa terhenti. Kejadian serupa juga terjadi di Cirebon menimpa sebuah rumah orang Tionghoa di Kampung Pekalipan dalam warta Sipatahoenan, Sabtu 6 Agustus 1938.
Baca Juga: Apa Urgensinya Kampanye Politik di Sekolah?
"Koe kaaktipanana pagawe brandweer Gemeente seuneu noe sakitoe rek ngabahajakeunana teh bisa dipareman (Karna keaktifan petugas pemadam kebakaran pemerintah kota, api yang berbahaya bisa dipadamkan). Walau begitu, dapur rumah tetap habis terbakar.