kievskiy.org

Apa Urgensinya Kampanye Politik di Sekolah?

Ilustrasi Pemilu 2024.
Ilustrasi Pemilu 2024. /Pikiran Rakyat/Waitmonk

PIKIRAN RAKYAT - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 65/PUU-XXI/2023 menuai polemik. Pada putusan tersebut MK mengubah norma Pasal 280 Ayat 1 Huruf h UU No 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) yaitu bahwa pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan, kecuali fasilitas pemerintah dan tempat pendidikan sepanjang mendapat izin dari penanggung jawab tempat dimaksud dan hadir tanpa atribut kampanye pemilu.

Jika yang dimaksud tempat pendidikan adalah pendidikan dasar dan pendidikan menengah (sekolah) serta pendidikan tinggi (PT). Pertanyaannya, apa urgensinya kampanye politik di sekolah? Apa kebermanfaatan kampanye politik di TK/SD/SMP/SMA/SMK? Sementara siswa ditingkat tersebut notabene belum memiliki hak pilih.

Putusan MK ini memunculkan kekhawatiran. Putusan ini memberi peluang sekolah menjadi ajang pertarungan kontestasi politik praktis untuk memperoleh dukungan elektoral. Dampaknya bisa terjadi kericuhan yang membahayakan kepentingan siswa, guru, dan orang tua siswa.

Penulis memperkirakan jika putusan ini diterapkan akan memunculkan persoalan yaitu Pertama, mengganggu proses belajar mengajar. Persiapan dan pelaksanaan selama kampanye di sekolah akan menyita perhatian warga sekolah. Kampanye akan mengganggu proses belajar mengajar di sekolah.

Baca Juga: Bandung Darurat Sampah: Antara Kesadaran Masyarakat dan Regulasi yang Tidak Tercapai

Kedua, rawan mobilisasi warga sekolah. Guru dan kepala sekolah di sekolah negeri adalah ASN (PNS dan PPPK) yang terikat pada aturan harus netral. Meski demikian kepala sekolah akan sulit menolak jika kontestan adalah pejabat. Ini rawan terjadi penyalahgunaan oleh calon petahana yang memiliki relasi kuasa dan hubungan struktural.

Ketiga, penggunaan kampanye hitam. Akan marak berbagai bentuk materi kampanye seperti agitasi, propaganda, stigma dan hoaks yang mengadu domba dengan lawan politik, ajakan untuk mencurigai dan membenci, serta politisasi identitas. Materi kampanye ini akan menegasikan warga sekolah yang berbeda pilihan politik sebagai liyan yang harus dimusuhi.

Keempat, maraknya perundungan. Warga sekolah yang memiliki preferensi politik minoritas akan menjadi bahan perundungan dari warga sekolah yang preferensi politiknya mayoritas.

Kelima, kerusakan sarana prasarana sekolah. Kampanye politik yang menggunakan fasilitas sekolah seperti penggunaan lahan dan bangunanan sekolah rentan mengalami kerusakan. Jika sarana prasarana sekolah tersebut rusak siapa yang bertanggung jawab menggantinya?

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat