kievskiy.org

Menipisnya Pendekatan Kultural yang Pengaruhi Kesadaran akan Makna Kemerdekaan

Foto Ismail Marzuki yang tercatat diambil tahun 1957.
Foto Ismail Marzuki yang tercatat diambil tahun 1957. /Dok. Pikiran Rakyat

PIKIRAN RAKYAT - Semangat merdeka telah menjadi motivasi bagi mereka yang kreatif untuk melahirkan karya-karya monumental, tidak lekang ditelan zaman. Ismail Marzuki (musik), Chairil Anwar (sastra). Soedjojono (lukis), dan Usmar Ismail (film) adalah beberapa nama yang layak disebut karena telah menghasilkan karya di bidangnya masing-masing. Sampai saat ini, karya mereka tetap mampu menumbuhkan keharuan, menimbulkan kesadaran mendalam bahwa makna kemerdekaan bukan sebatas aktivitas fisik.

Aspek kultural itulah yang terkesan terus menipis, apakah itu dalam proses penciptaan maupun aspek pemahamannya. Kita sudah merasa cukup jika lagu-lagu ciptaan Ismail Marzuki misalnya, ditampilkan dalam sesi peringatan di berbagai tingkat lembaga pemerintahan. Keharuan yang timbul sesaat akan segera tersisih dalam aktivitas rutin sehari-hari.

Mesti kita akui, fasilitas materi sudah melonjak bertingkat-tingkat dibanding suasana ketika para pendiri bangsa bersepakat menyatakan kemerdekaan. Meskipun tantangan yang harus dikalahkan sangat berat, tapi semangat merdeka mampu mengatasinya, dengan segala jenis risiko yang harus ditanggung bersama. Semangat sejenis itulah yang membuka jalan sehingga bangsa ini berhasil menyecap berbagai kenyamanan yang kita rasakan saat ini.

Baca Juga: Merdeka dari Korupsi untuk Kejar Cita-cita Menjadi Negeri yang Adil, Makmur, dan Sentosa

Lain cerita jika kita berbicara tentang semangat kultural. Mungkin agak berlebihan jika dikatakan mandek, tapi juga tidak bisa dikatakan salah sama sekali. Fasilitas untuk berkreasi sudah melimpah. Bagi kalangan sineas misalnya, pasti masih terbaca dengan jelas bagaimana generasi Usmar Ismail dengan fasilitas yang serba seadanya justru mampu menghasilkan karya yang monumental. Chairil dan Soedjojono menumpahkan gagasan yang menggelegak di tengah minimnya perangkat media.

Pendekatan kultural selalu berproses dalam irama yang lambat, tapi yang dihasilkannya lebih awet dan dampaknya mungkin tidak bisa diduga. Kita boleh berkaca pada pendekatan kultural yang dilakukan komunitas Afro-Amerika. Mereka didatangkan dari benua yang jauh dalam status yang tidak jelas bahkan dihinakan. Tapi, dalam keadaan yang tertindas tersebut mereka tidak berhenti mengembangkan pendekatan kultural.

Keuletan serta konsistensi itulah yang mampu mengubah wajah masyarakat Amerika Serikat. Revolusi kultural yang mereka lakukan terbukti berhasil menghidupkan empati global. Bahkan musik jazz yang awalnya dianggap pinggiran dan tidak keruan sekarang sudah menjadi anutan yang bermartabat.

Baca Juga: Bandung Raya Belum Merdeka dari Kepungan Sampah

Fenomena seperti itu tampaknya layak untuk kita renungkan di tengah meriahnya peringatan kemerdekaan saat ini. Melimpahnya fasilitas mestinya tidak boleh menghambat kreativitas. Keluar dari zona nyaman sudah menjadi salah satu doktrin generasi milenial. Tentu kita boleh berharap, dengan bekal tekad seperti itu bangsa ini sedang melangkah, membuka pintu lewat pendekatan yang berbeda.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat