kievskiy.org

Merdeka dari Korupsi untuk Kejar Cita-cita Menjadi Negeri yang Adil, Makmur, dan Sentosa

Ilustrasi tindak pidana korupsi.
Ilustrasi tindak pidana korupsi. /ANTARA/Muhammad Adimaja

PIKIRAN RAKYAT - Ketika proklamator kita mendeklarasikan kemerdekaan negara Indonesia, mereka bersepakat bahwa cita-cita kemerdekaan adalah tercapainya masyarakat adil dan makmur di bawah naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sekarang kita sudah merdeka selama 78 tahun, apakah cita-cita tersebut sudah tercapai atau malah semakin menjauh harapan tersebut?

Problem akut yang utama dari negara ini adalah tetap soal masalah kejahatan korupsi yang bukan semakin menurun, akan tetapi ada kecenderungan terus meningkat. Hal ini dapat kita lihat dari laporan transparansi internasional yang mengatakan bahwa indeks persepsi korupsi turun tajam dari skor 40 pada tahun 2019 menjadi 34 pada tahun 2022. Peringkat Indonesia sebagai negara terkorup di dunia naik dari posisi 85 (2019) menjadi posisi 110 (2022) dari 180 negara.

Ada paradoks antara cita-cita mencapai masyarakat adil dan makmur dengan perilaku korup dari para pejabat dan penyelenggara negara. Jargon korupsi adalah musuh bersama dan harus diberantas dan dicoreng oleh banyaknya kasus korupsi. Berbagai diskusi dan cara untuk penanggulangan kejahatan korupsi sudah sering dilakukan. Namun, korupsi terus berlanjut dan nilai kerugian negara tidak lagi hanya sekadar nominal jutaan tetapi sudah triliunan, kualitas perbuatannya semakin meningkat korupsi telah menimbulkan bencana terhadap perekonomian negara.

Baca Juga: Menilik Wacana Pajak Polusi Lingkungan

Regulasi

Secara akademik rumusan dalam undang-undang korupsi ini tidak ada masalah apa pun. Malah, berbagai komentar mengatakan bahwa undang-undang korupsi di Indonesia adalah undang-undang yang paling kejam di dunia. Pasalnya, mengancam pelaku dengan hukuman mati apabila perbuatan korupsi dilakukan manakala negara sedang krisis moneter/ekonomi, dalam kondisi bencana alam, dll. Namun, sebagaimana diketahui dan disaksikan ancaman yang begitu besar dari undang-undang korupsi tidak menyurutkan orang untuk melakukan korupsi. Korupsi telah menjadi universal phenomenon terutama di negara yang sedang berkembang.

Apabila melihat undang-undang tindak pidana korupsi, terlihat secara normatif bahwa korupsi dengan berbagai jenis dan bentuknya dapat dilihat dari mulai pasal 2 sampai dengan pasal 14 undang-undang korupsi. Berdasarkan penelaahan maka kasus korupsi rata-rata terkena jerat pasal 2, pasal 3, pasal 8, dan pasal 12 dalam pengertian bahwa korupsi dilakukan oleh pejabat negara dengan modus menerima suap, melakukan mark up, dan perbuatan korupsi yang menyangkut kerugian negara. Berdasarkan sejumlah pasal dalam Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, ada 29 perbuatan yang dikualifikasikan sebagai korupsi.

Kita ketahui bahwa korupsi memiliki beberapa sifat khusus. Pertama, korupsi adalah salah satu bentuk dari kejahatan kerah putih. Kejahatan ini biasanya dilakukan oleh yang berkedudukan tinggi di bidang ekonomi. Kedua, korupsi biasanya dilakukan secara berjemaah dalam pengertian kejahatan yang dilakukan secara terorganisir. Ketiga, korupsi biasanya dilakukan dengan modus operandi yang canggih tanpa kekerasan sehingga sulit pembuktiannya.

Baca Juga: Lagu, Moral, dan Patriotisme

Kejahatan korupsi adalah kejahatan yang tidak cukup diberantas dengan hanya menggunakan undang-undang korupsi. Namun, harus ada upaya lain yang bersinergi dengan penggunaan undang-undang tindak pidana korupsi.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat