kievskiy.org

Bandung Raya Belum Merdeka dari Kepungan Sampah

Ilustrasi pemulung memungut sampah di Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) Sarimukti, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat.
Ilustrasi pemulung memungut sampah di Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) Sarimukti, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. /Pikiran Rakyat/Elfrida Chania S

PIKIRAN RAKYAT - Merdeka! Euforia kemerdekaan tahun ini agaknya perlu dilihat dan dimaknai dari sudut pandang yang agak berbeda bagi pemerintah dan masyarakat Metropolitan Bandung Raya. Permasalahan yang secara disadari atau tidak sedang menghantui Bandung Raya ialah krisis sampah seperti yang terjadi pada tahun 2005.

Pemunduran waktu pembatasan pengiriman sampah ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sarimukti dari Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat membuat keempat kota/kabupaten pengirim sampah mempunyai waktu tambahan untuk melakukan pengurangan sampah di sumber dan secara bertahap menurunkan jumlah sampah yang dikirimkan ke TPA Sarimukti. Seperti yang diketahui, berdasarkan PKS (Perjanjian Kerja Sama) yang telah disepakati tahun 2016, setiap kota/kabupaten mengirimkan sampah dengan volume tertentu ke TPA Sarimukti dengan total 1.360 ton/hari. Akan tetapi kiriman keempat kota/kabupaten saat ini sudah mencapai 1.830 ton/hari. Akibatnya TPA Sarimukti sudah overload dan mencapai 700 persen dari kapasitasnya.

Kondisi darurat sampah beberapa kali terjadi di Kota Bandung, terakhir terjadi setelah hari raya Idul Fitri 2023 pada bulan April lalu, dimana jumlah sampah terangkut ke TPA Sarimukti berkurang dan terjadi tumpukan pada 55 TPS (Tempat Penampungan Sementara) di Kota Bandung. Darurat sampah selalu mengakibatkan gangguan kesehatan dan estetika, serta kemacetan di lokasi TPS di Kota Bandung. Terhambatnya pengangkutan sampah dikarenakan masalah teknis di TPA Sarimukti terkait jalan operasional dan jalan manuver, alat berat, dan semakin terbatasnya lahan tempat pembuangan sampah. Berbagai upaya telah dilakukan oleh Pemprov Jawa Barat untuk meningkatkan pelayanan TPA Sarimukti, akan tetapi masalah over capacity menjadi permasalahan utama yang membatasi pelayanan TPA Sarimukti. Rencana perluasan TPA Sarimukti masih memerlukan waktu cukup panjang dan juga biaya yang cukup besar. Kondisi darurat ini akan dapat terulang kembali jika tidak dilakukan pengurangan volume sampah yang dikirimkan ke TPA Sarimukti yang mempunyai kapasitas pengolahan dan penimbunan terbatas. Darurat sampah juga berpotensi berlangsung cukup lama jika perluasan TPA Sarimukti tidak segera dilakukan.

Baca Juga: Jadi Salah Satu Penyumbang Sampah Terbesar di Dunia, Indonesia Butuh Banyak Food Hero

Saat ini Kota Bandung mengirimkan sampah sebanyak 1200-1300 ton/hari ke TPA Sarimukti, dan dalam 5 bulan mulai sejak akhir Agustus 2023 berencana akan memenuhi ketentuan PKS tahun 2016 dengan hanya mengirimkan sampah sebesar 868 ton/hari, atau setara 201 ritasi per hari. Saat ini, total timbulan sampah dari Kota Bandung berkisar 1600 ton/hari. Jumlah tersebut mampu berkurang dengan adanya bantuan beberapa TPS 3R dan TPST (Tempat Pengolahan Sampah Terpadu) di Kota Bandung yang sudah mampu mengurangi sekitar 300-400 ton/hari. Namun, masih diperlukan pengurangan sebesar 300-400 ton/hari yang harus dilakukan Pemkot Bandung untuk memenuhi kuota yang diberikan Pemprov Jabar. Tahun ini sedang dilakukan pembangunan beberapa TPST di Kota Bandung yang diharapkan memberikan peningkatan pengurangan sampah dengan pengolahan sampah skala kota. Akan tetapi jumlah tonase pengolahan belum akan bisa mengurangi sampah yang dikirimkan sesuai kuota. Belum lagi kapasitas pengolahan di beberapa TPST masih memerlukan optimalisasi agar mencapai kapasitas pengolahan rencananya. Jika semua rencana pengolahan skala kota tersebut tidak berjalan lancar maka target pengurangan sampah akan sulit dicapai.

Salah satu yang juga menjadi harapan pengurangan sampah di sumber adalah Program Kang Pisman (Kurangi , Pisahkan dan Manfaatkan) yang sudah dijalankan dari tahun 2018. Program tersebut dilakukan dengan membangun Kawasan Bebas Sampah (KBS) berbasis RW, yang sampai saat ini baru mencapai 10 persen dari total RW yang ada di Kota Bandung (Sumber: DLH Kota Bandung). Diperlukan perluasan program KBS secara masif dalam 5 bulan kedepan untuk mencapai target yang direncanakan (30-40 persen jumlah RW di Kota Bandung). Potensi lain yang dapat dilakukan adalah pelaksanaan Kang Pisman pada sumber sampah pada kawasan berpengelola (pasar, mall, perkantoran, sekolah, dan lainnya) yang juga memberikan kontribusi volume sampah cukup besar di Kota Bandung. Pengurangan sampah dari kawasan berpengelola diharapkan lebih cepat dilakukan karena ada dalam kendali lembaga pengelola yang jelas sehingga seharusnya lebih mudah diintervensi oleh pemkot Bandung.

Karena sampah organik masih mendominasi sekitar 60 persen sampah, maka pengolahan sampah organik dapat berpengaruh besar pada total pengurangan sampah di sumber. Sementara sampah anorganik bernilai jual akan selesai dengan mekanisme pasar yang saat ini sudah ada. Maka sisa sampah berupa residu saja yang akan dikirimkan ke TPA Sarimukti.

Sejalan dengan tema kemerdekaan RI tahun 2023 ini, yaitu “Terus Melaju untuk Indonesia Maju”, adalah sangat penting untuk setiap orang di Kota Bandung berperan aktif melakukan pengelolaan sampah. Dengan melakukan pengurangan sampah dari sumber, maka Kota Bandung akan terbebas dan merdeka dari darurat sampah. Untuk menjadikan Indonesia Maju diperlukan manusia maju yang bertanggung jawab penuh terhadap sampah yang dihasilkannya. (Anni Rochaen - Dosen Unpas dan Peneliti Persampahan)***

Disclaimer: Kolom adalah komitmen Pikiran Rakyat memuat opini atas berbagai hal. Tulisan ini bukan produk jurnalistik, melainkan opini pribadi penulis.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat