kievskiy.org

Bandung Darurat Sampah: Antara Kesadaran Masyarakat dan Regulasi yang Tidak Tercapai

Ilustrasi sampah.
Ilustrasi sampah. /Pexels/Tom Fisk

PIKIRAN RAKYAT - Sejak Agustus 2023, masalah sampah kembali menjadi "bencana" bagi Bandung Raya. Pemerintah Kota Bandung pun resmi menetapkan status darurat sampah seiring dengan keputusan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (saat itu) menetapkan Bandung Raya darurat sampah.

Keputusan Gubernur Jabar tertuang dalam surat Nomor 658/Kep.579-DLH/2023 tentang Penetapan Status Darurat Sampah Bandung Raya, yang ditetapkan pada 24 Agustus 2023. Sampai saat ini, bencana itu belum juga teratasi.

Sejumlah upaya sudah dilakukan, mulai dari mencari lahan alternatif hingga meminta warga mengolah dan memilah sampah mereka sendiri. Namun, tumpukan sampah dan ceceran sampah masih terlihat di berbagai sudut di Kota Bandung.

Sampah memang bukan cuma masalah di Kota Bandung dan sekitarnya. Sampah, bahkan menjadi masalah bagi hampir seluruh wilayah di Indonesia. Alasannya, hampir semua tempat pembuangan akhir sampah yang ada hanya menerapkan pola, buang dan tumpuk sampah, tanpa diolah.

Baca Juga: Skripsi oh Skripsi: Momok atau Momen Pembelajaran?

Sebelum Bandung Raya, Yogyakarta pun telah terlebih dulu mengumumkan darurat sampah. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan, Bantul, Yogyakarta sejak 23 Juli 2023 ditutup dan menyebabkan kondisi sampah yang tidak terkendali. Penutupan TPA itu karena kapasitas penampungan sampah di lahan TPA Piyungan sudah melebihi batas.

Rencana pemerintah untuk mengoperasikan Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Legok Nangka di Desa Citaman, Kecamatan Nagreg, Kabupaten Bandung dan TPPAS Lulut Nambo di Kabupaten Bogor pun tak kunjung terealisasi. Padahal, sudah bertahun-tahun lalu, keduanya digadang-gadang bakal menjadi TPPAS paling ideal dan wow.

Terakhir, Ridwan Kamil sempat mengumumkan nama pemenang tender yang akan membangun dan mengelola TPPAS Legok Nangka dengan fasilitas pemrosesan sampah menjadi energi (Waste-to-Energy) atau insinerator Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di lokasi itu. Meski belakangan, banyak pula yang mengklaim, teknologi ini bukan sebuah solusi tetapi malah menambah polusi.

Baca Juga: MK Bolehkan Kampanye di Sekolah dan Kampus, Akademisi Jangan Takut Kritik Pemerintah

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat