kievskiy.org

Transformasi Kemajemukan Budaya dan Identitas Kota Bandung

Suasana Jalan Asia Afrika, Kota Bandung.
Suasana Jalan Asia Afrika, Kota Bandung. /Pikiran Rakyat/Abdul Muhaemin

PIKIRAN RAKYAT - Mungkin sudah hampir seabad wilayah Kota Bandung dihuni oleh penduduk yang beragam secara kesukubangsaaan (ethnicity) dan anutan agamanya. Ada yang berasal dari Jawa, Batak, Minangkabau, Minahasa, Ambon, Cina, Belanda, dan tentu saja etnik Sunda yang jumlahnya paling banyak, yang sudah terlebih dahulu mendiami wilayah sekitaran Bandung ini. Terutama untuk etnik non-Sunda banyak di antara mereka yang menganut agama Kristen, Katolik, Budha, dan Kong Hu Chu.

Oleh karena itu, sejak masa kolonial Kota Bandung dapat dikategorikan sebagai wilayah perkotaan yang majemuk (plural society), suatu wilayah yang dihuni oleh penduduk yang beragam latar belakang kesukubangsaan dan agamanya.

Apalagi setelah pemerintah Hindia-Belanda mendirikan sekolah-sekolah lanjutan tingkat atas dan perguruan tinggi di awal abad ke-20, penduduk yang datang ke kota Bandung semakin bertambah dan beragam.

Salah satu ciri wilayah perkotaan adalah penduduknya memiliki keragaman dalam latar belakang kesukubangsaan, meskipun ini bukan ciri utama. Karena banyak pula kota yang dihuni oleh penduduk yang identitas kesukubangsaannya relatif homogen, umpamanya di kota-kota kecil dan menengah di Jawa Tengah dan Timur, bahkan di Jawa Barat sendiri, seperti kota Tasikmalaya, penduduknya sebagian besar, mungkin lebih dari delapan puluh persen, orang Sunda, dan karena itu bahasa sehari-hari yang biasa dipergunakan untuk berkomunikasi di antara warganya adalah Bahasa Sunda.

Baca Juga: Pupuk Subsidi Tumpuan Ketahanan Pangan

Berubahnya Budaya Dominan

Apakah sekarang masih tetap demikian? Kiranya hal itu telah banyak berubah, artinya dominasi kebudayaan Sunda sudah mulai berkurang, karena semakin banyak lagi penduduk yang datang dari berbagai suku bangsa ke kota Bandung ini, sehingga ruang-ruang publik tidak lagi didominasi pemakaian bahasa Sunda.

Bahasa Indonesialah yang kini tampaknya menjadi alat komunikasi dominan di antara warga kota Bandung. Mungkin sekarang ini penduduk yang beretnis Sunda di kota Bandung tidak lebih dari setengahnya, dan mereka lebih banyak menempati wilayah pinggiran kota, sehingga di situlah pemakaian bahasa Sunda masih dominan.

Ciri lain wilayah perkotaan adalah kepadatan penduduknya. Pemerintah Hindia-Belanda merancang tata ruang kota Bandung hanya diperuntukkan bagi tidak lebih dari lima ratus ribu jiwa. Tetapi sekarang kepadatan kota Bandung sudah jauh di atas itu, mendekati enam kali lipatnya. Dan pertumbuhan penduduk ini merupakan konsekuensi dari perkembangan Kota Bandung itu sendiri, karena berkembangnya pendidikan, terutama perguruan-perguruan tinggi, dan berkembangnya beragam sektor ekonomi.

Dengan bertambahnya jumlah penduduk yang pada gilirannya mendorong perkembangan perekonomian, pada akhirnya Kota Bandung menjadi wilayah perkotaan metropolitan. Suatu kota besar yang hiruk pikuk, yang dihuni oleh berbagai macam suku bangsa, yang dominasi kultur asalnya, Sunda, mulai mengalami pemudaran. Sekali lagi, ini adalah akibat yang tak terelakan dari pertumbuhan dan perbesaran kota Bandung dalam berbagai aspeknya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat