kievskiy.org

Tugu Padrao: Jejak Kerja Sama Internasional Kerajaan Sunda Pajajaran dan Portugis

Foto tangkapan layar tentang Prasasti/Tugu Padrao perihal perjanjian Raja Sunda Pajajaran dan utusan Portugis.
Foto tangkapan layar tentang Prasasti/Tugu Padrao perihal perjanjian Raja Sunda Pajajaran dan utusan Portugis. /Ditjen Kebudayaan Kemendikbudristek

PIKIRAN RAKYAT - Jejak Kerajaan Sunda Pajajaran tertulis di Tugu Padrao. Tugu itu berisi perjanjian internasional antara Kerajaan Sunda Pajajaran dengan Portugis mengenai kerja sama perdagangan serta pertahanan.

Isi perjanjian tersebut berupa izin Pajajaran kepada Portugis untuk mendirikan gudang dan benteng di tepi Ciliwung. Pajajaran juga memandang Portugis bisa memperkokoh posisi perdagangan lada serta menghadapi kekuatan Islam (Demak) di Jawa. ‎Achmad Sunjayadi dari Departemen Sejarah, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia menyebutkan, perjanjian tersebut berlangsung pada 1522 dengan melibatkan Raja Pajajaran Prabu Surawisesa dan Enrique Leme selaku utusan Portugis.

Perjanjian tersebut tak bisa dilepaskan kala Jakarta tempo dulu masih menjadi simpul jalur perniagaan rempah. Di sana, Pajajaran memiliki pelabuhan yang dikenal dengan nama Kalapa. "Bukan wilayah penghasil rempah tetapi salah satu pelabuhan penting (transit)," kata Sunjayadi dalam Pembekalan Pelayaran Muhibah Budaya dan Festival Jalur Rempah 2024 yang berlangsung secara daring, Minggu, 19 Mei 2024.

Keterangan tentang perjanjian internasional tersebut muncul dalam buku, Sejarah Nasional Indonesia IV: Kemunculan Penjajahan di Indonesia. Buku itu menyebutkan, kedatangan Portugis untuk menjalin kerja sama itu atas undangan Surawisesa yang merasa terancam oleh Cirebon. Cirebon saat itu telah menganut Islam. "Ia minta agar Portugis membangun benteng di wilayahnya untuk menghindari bahaya tersebut, dan sebagai imbalan Portugis akan mendapat prioritas dalam membeli lada." Selepas membuat perjanjian, Raja Pajajaran mengirim tiga pejabat kerajaannnya mengantar Leme ke tempat yang disediakan untuk membangun benteng.

Tetapi benteng itu tak pernah dibangun lantaran dicegah pasukan gabungan Demak, Cirebon dan Banten. "Armada Portugis yang ditugaskan membangun benteng tersebut dipimpin oleh Francisco de Saa yang juga direncanakan menjadi kapten benteng itu. Namun, ketika de Saa memasuki Teluk Jakarta pada akhir bulan November 1526, armadanya diceraiberaikan oleh angin topan yang berlangsung beberapa hari." De Saa dapat menghindar, namun sebuah kapal kecil justru terdampar di Kalapa atau juga dikenal dengan nama, Sunda Kalapa. Akibatnya, 30 awal kapal itu tewas dibunuh pasukan Cirebon.

Serangan selanjutnya pun tak merebut Kalapa. Portugis akhirnya tak pernah bisa menguasai Kalapa atau Pajajaran. Walau begitu, Portugis di Malaka tetap berdagang dengan Kalapa dan Banten hingga pertengahan abad ke-16. Tugu Padrao kemudian ditemukan di pojok Jalan Kali Besar Timur 1, Jakarta pada 1918. Kini, tugu tersebut disimpan di Museum Nasional Jakarta.

Portugis-Pajajaran

Saleh Danasasmita dalam bukunya, Mencari Gerbang Pakuan mencatat‎, Surawisesa pernah berkunjung ke Malaka pada 1512 dan 1521. Kehadiran Leme ke wilayah Pajajaran bahkan disebutkan sebagai kunjungan balasan kepada Surawisesa sekaligus menghadiri upacara penobatannya sebagai raja. Pada 1526, Pajajaran kehilangan pelabuhan Banten. Tahun selanjutnya, Kalapa juga ikut lepas. Saleh menyebutkan, sejak Surawisesa berkuasa hingga raja terakhir Pajajaran, perang terus menerus terjadi sebagaiman tertuang dalam Carita Parahyangan.

‎Yang jelas, Padrao menjadi bukti jalinan kerja sama kerajaan Sunda dengan asing sudah pernah terjadi. Tugu itu juga merupakan bukti, urusan maritim serta perniagaannya juga digarap Pajajaran di masa lalu. Selain Kalapa, Sunjayadi mencatat beberapa pelabuhan Pajajaran lainnya, yakni Banten, Pontang, Cigede, Tamgara, dan Chi Manuk).***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat