kievskiy.org

Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021 dan Surat Edaran Gubernur DKI Nomor 7/SE/2021; Sebuah Perbandingan

Ilustrasi kekerasan seks.
Ilustrasi kekerasan seks. /Pixabay/educadormarcossv

PIKIRAN RAKYAT - Akhir-akhir ini ramai diperbincangkan—bahkan kecaman—antara pro dan kontra tentang Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021 mengenai aturan pencegahan kekerasan seksual. 

Kalangan ormas Islam berasumsi bahwa Permendikbudristek tersebut berpotensi untuk melegalkan tindak asusila dan seks bebas berbasis persetujuan. Terutama yang tertuang pada Pasal 5 ayat 2. 

Sementara pihak Kemendikbudristek berdalih bahwa regulasi itu dibuat untuk melakukan tindak pencegahan dan penindakan atas kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan Pendidikan. Bahkan Nadiem Makarim menegaskan regulasi ini dibuat karena saat ini Indonesia tengah mengalami situasi darurat kekerasan seksual, termasuk di lingkungan Perguruan Tinggi. 

Permendikbud ini bukan melegalkan seks melainkan untuk melindungi korban kekerasan seksual. 

Baca Juga: Awalnya Sering Pegal di Bahu, Tasya Kamila Cerita Kronologi Suami Kena Kanker Getah Bening

Di sisi laian sejumlah LSM dan aktivis HAM hingga Kementerian Agama mendukung aturan pencegahan kekerasan seksual ini dan menyebut tidak ada legalitas perninaan dalam regulasi tersebut. 

Sementara itu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan juga ternyata memiliki aturan antikekerasan seksual di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan tertuang pada Surat Edaran Gubernur No. 7/SE/2021 Pencegahan dan Penanganan Tindakan Pelecehan Seksual di Lingkungan Kerja Pemprov DKI Jakarta. 

Sejauh ini regulasi yang dibuat Pemprov DKI Jakarta baru direspon oleh Wakil Ketua MUI Anwar Abbas yang meminta pemuatan aturan soal perbuatan yang dilarang agama dalam SE No. 7/SE/2021 tersebut.

Baca Juga: Selamat Hari Ayah, untukmu Sosok Teladan dalam Keluarga

Permendikbudristek nomor 30 Tahun 2021 dan Potensi Legalitas Seks

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat