kievskiy.org

KUHP Baru Harapan Baru, Undang-Undang yang Telah Lama Alami Pergulatan

Pengunjuk rasa melakukan aksi di depan Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa 6 Desember 2022. Dalam aksinya tersebut mereka menuntut penolakan pengesahan Undang-Undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (UU KUHP) yang disahkan DPR.
Pengunjuk rasa melakukan aksi di depan Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa 6 Desember 2022. Dalam aksinya tersebut mereka menuntut penolakan pengesahan Undang-Undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (UU KUHP) yang disahkan DPR. /Antara/M Risyal Hidayat

PIKIRAN RAKYAT - Tok, sah sudah Rancangan Kitab Undang-Undang Hu­kum Pidana (RKUHP) menjadi undang-undang yang akan diberlakukan dalam beberapa waktu ke depan.

Sebuah undang-undang yang telah lama mengalami pergulatan dalam pembuatan dan pengesahannya.

Dimulai tahun 1963 dan baru disah­kan pada 2022. Penantian yang lama itu sekarang berakhir walaupun tetap dengan pro kontra tentang pember­la­kuan­nya.

Selama ini kita mengenal ada tiga urgensi kenapa kita harus segera memiliki KUHP baru. KUHP yang sejatinya adalah Wetboek Van Straf­recht Voor Nederlandsch Indie sudah berusia 200 tahun.

Baca Juga: Inflasi Diperlakukan Sama Seperti Covid-19 karena Perekonomian Negara Bisa Kolaps

KUHP peninggalan kolonial ini merupakan hukum pidana aliran klasik yang melindungi kepentingan individu, bukan kepentingan masyarakat dan negara. Hukum pidana dipakai sebagai sarana balas dendam.

Alasan kedua, KUHP pe­ninggalan kolonial tersebut sudah out of date padahal kita sudah masuk pada zaman 5.0. Yang sangat penting dan tanpa kita sadari, di ling­kung­an praktik peradilan juga di perguruan tinggi ba­nyak versi KUHP yang dipa­kai sehingga mengganggu penegakan hukum.

Misalnya dalam penegak­an hukum pidana, ketika se­seorang disangka melakukan kejahatan, aparat penegak hukum memakai terjemahan KUHP yang mana untuk menuduh tersangka tersebut.

Penentuan keabsahan dari suatu terjemahan ini sangat penting karena terdapat perbedaan yang mendasar da­ri masing-masing terje­mah­an tersebut, sehingga dapat mengganggu rasa ke­adil­an bagi para pencari keadilan.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat