kievskiy.org

Puasa dan Mabuk Teknologi

Ilustrasi terperangkap teknologi, smartphone, dan media sosial.
Ilustrasi terperangkap teknologi, smartphone, dan media sosial. /Pixabay/Mohamed_hassan

PIKIRAN RAKYAT - Rasa takut bercampur dengan memuja teknologi, kaburnya perbedaan antara yang nyata dan semu sudah terjadi di sekitar kita, bahkan bisa jadi sedang menimpa diri kita. Kini banyak orang yang lebih senang hidup di jumantara, seraya tak sadar diri, mereka tengah hidup di atas buana. Internet, media sosial, smartphone, dan berbagai teknologi komunikasi canggih lainnya menjadi sahabat setia nyaris dua puluh empat jam. 

Banyak orang yang duduk berdekatan, tapi tidak saling menyapa. Mereka begitu “khusyuk” bercengkrama dengan gawai dalam genggaman, melupakan kondisi orang-orang di sekitarnya. Mereka lebih senang senyum-senyum sendiri seraya memelototi status atau postingan facebook, instagram, youtube, whatsapp, twitter, atau media sosial lainnya. 

Kini banyak orang yang jaya di dunia maya, tapi tak berdaya di dunia nyata. Banyak pula orang yang songong dan sombong di dunia maya, tapi bengong di dunia nyata. Ribuan follower menjadi saudaranya di dunia maya, tapi mereka nyaris tak kenal dengan tetangga di dunia nyata.  

Banyak orang yang menitikkan air mata karena menonton atau membaca kisah-kisah fiksi yang menyedihkan di dunia maya, namun air matanya kering tatkala melihat tetangga yang benar-benar nyata hidup dalam kubangan derita. Kehidupan nyata dianggap maya, sebaliknya kehidupan maya dianggap nyata. Banyak orang yang terobsesi membuat konten-konten nyeleneh agar menjadi viral meskipun harus melabrak norma-norma moral.

Baca Juga: FIFA Batalkan Status Peru Sebagai Tuan Rumah Piala Dunia U17, Kurang dari Seminggu Setelah Indonesia

Sebagian orang pada saat ini seolah-olah sedang mabuk, perilakunya terbalik karena mereka tengah mengikuti putaran “komedi putar” kemajuan teknologi komunikasi. Tidaklah mengherankan jika John Naisbitt (2001:13) dalam salah satu karyanya High Tech High Touch menyebutkan, pada saat ini manusia pada umumnya  tengah masuk ke dalam putaran zona mabuk teknologi (technologically intoxicated zone). 

Gejalanya ditandai dengan lebih senang menyelesaikan segala permasalahan secara instan; takut sekaligus memuja teknologi; mengaburkan perbedaan yang nyata dan yang semu; menyenangi teknologi sebagai mainan dan hiasan; menerima kekerasan sebagai sesuatu yang wajar; dan menjalani kehidupan yang berjarak dan terenggut.

Kita tak memungkiri apa yang dikatakan John Naisbitt tersebut. Instan menjadi kata kunci utama dalam kehidupan saat ini. Hampir semua orang ingin meraih segala sesuatu secara instan mulai dari makanan, gizi, tubuh langsing, kesehatan, kekayaan, popularitas, pendidikan, menjadi seorang pemimpin, dan lain sebagainya.

Baca Juga: Soal Status Pandemi Covid-19, Indonesia Tunggu Fatwa WHO

Dalam bidang informasi pun tak jauh berbeda. Kini, untuk mendapatkan informasi, tangan kita tak perlu lagi kotor karena membolak-balik lembaran koran, buku, atau majalah,  cukup dengan satu klik saja. Kini nyaris semua lini kehidupan berada di ujung ibu jari. 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat