kievskiy.org

Tanpa PUAN dalam Pilpres 2024

Guru Besar Sosiologi UPI, Elly Malihah.
Guru Besar Sosiologi UPI, Elly Malihah.

PIKIRAN RAKYAT - Menyimak berbagai pemberitaan yang dilansir oleh media massa, baik cetak maupun digital kehadiran sosok perem(puan) sebagai bakal calon presiden dan wakil presiden luput dari pemberitaan, terutama setelah nama Puan Maharani tak lagi dimunculkan. Lembaga survei yang ada belum menampilkan lagi hasil polling-nya tentang sosok perem(puan) setelah beberapa waktu silam pernah menampilkan nama Puan Maharani dan disebutkan elektabilitasnya tergolong rendah. Jika kehadiran Puan Maharani sebagai orang nomor satu di legislatif disebut memiliki elektabilitas rendah, bagaimana dengan puan-puan yang lain, yang belum memiliki modal sosial yang cukup. Adakah lembaga survei yang menampilkan sosok puan lain dengan berbagai respons elektabilitasnya? Jawabannya sampai sekarang belum ada bahkan mungkin tidak ada. Apakah gejala ini sebagai sesuatu yang anomali atau normal saja? Dalam sebuah sistem politik semuanya mungkin saja, karena batas normal dan anomali sangat tipis.

Mengapa Penting pencalonan perem(puan) dalam pilpres/pilwapres?

Pertama, kehadiran perempuan dalam konstelasi tersebut, menunjukkan bahwa demokrasi bersikap terbuka tanpa memandang gender. Kedua, kehadiran sosok perempuan dalam pencalonan menunjukkan keberadaan perempuan Indonesia dapat menghalau bias gender dalam politik. Ketiga, apakah perempuan Indonesia sebenarnya memiliki kemampuan namun sistem patriarki masih bercokol kuat dalam konstruksi masyarakat Indonesia.

Baca Juga: AHY Unggah Foto Petik Apel di Tengah Isu Reshuffle Kabinet Jokowi, Dapat Jatah Mentan?

Perem(puan) dapat maju pada pilpres/pilkada

Jika dianalisis berdasarkan aspek normatif dari peraturan perundangan yang berlaku, kesempatan perempuan untuk maju menjadi capres/cawapres sangatlah dimungkinkan, masalah bagaimana secara faktual hal-hal yang secara normatif tersebut terimplementasikan.

Pemilihan presiden/wakil presiden harus dilaksanakan secara jujur, adil, dan terbuka yang diindikasikan dengan adanya akses yang luas kepada seluruh masyarakat untuk dapat mencalonkan diri. Dalam konteks Indonesia, terdapat dua aspek yang dapat menjadikan seorang perempuan dicalonkan dalam konstelasi pemilihan presiden/wapres. Pertama, calon presiden/wapres merupakan anggota partai yang aktif dalam berbagai kegiatan serta patuh pada aturan pimpinan partai. Kedua, perempuan dari kalangan non partai yang ingin mencalonkan harus memiliki elektabilitas yang tinggi dan dikenal oleh sebagian besar masyarakat, maka perempuan tersebut akan dapat diusung sebagai calon presiden/wakil presiden oleh partai politik.

Namun, dari berbagai pengalaman jika pun ada perempuan aktif sebagai anggota partai dan memiliki elektabilitas, tetap saja calon perempuan menjadi pilihan terakhir, karena masih ada sebagian pengurus partai dan anggota masyarakat beranggapan, jika masih ada lelaki mengapa harus perempuan. Di samping itu, unsur kekerabatan dan kedekatan baik secara trah maupun hubungan atas dasar kepentingan menjadi salah satu hal yang memungkin pencalonan perempuan. Tentang hal ini telah banyak contoh setelah suami turun maka istri yang maju menggantikannya.

Baca Juga: Prabowo-Gibran Tetap Daftar Jadi Kontestan Pilpres 2024 di Tengah Isu Dinasti Politik

Survei 2018

Jika berkaca dari hasil survei yang dilakukan penulis bersama tim, dalam survei Pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur Jawa Barat tahun 2018, yang kondisinya seperti saat ini yaitu ketidakhadiran sosok perempuan yang maju dalam pencalonan gubernur/wakil gubernur.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat