kievskiy.org

Pemilih Muda di Pemilu 2024: Antara Tantangan Idealisme dan Realitas Ambisi Kekuasaan

Ilustrasi Pemilu 2024.
Ilustrasi Pemilu 2024. /Antara/Andreas Fitri Atmoko

PIKIRAN RAKYAT - Jumlah pemilih muda dalam pilpres dan pilkada tahun depan menjadi salah satu target utama karena jumlahnya diperkirakan sekira separuh dari jumlah pemilih seluruhnya.

Berbagai upaya, termasuk upaya kompromi serta mengutak-atik peraturan, ditempuh untuk menarik minat mereka. Namun apakah mereka akan antusias mendatangi bilik suara, sejauh ini masih menjadi pertanyaan besar. Masalahnya, pilihan politik mereka terkesan cair, pilihannya tidak kokoh bahkan tidak mudah ditebak.

Sering kita mengatakan bahwa masa depan ada di tangan generasi muda. Memang ada benarnya, tapi tidak selamanya benar. Terpilihnya Joe Biden menjadi Presiden AS menunjukkan bahwa usia tidak selamanya menjadi penghalang bagi seseorang untuk meraih puncak karier politiknya.

Hal itu sama sekali bukan merupakan pembenaran bahwa generasi muda di AS tidak cukup potensial untuk meraih kedudukan setinggi itu. Salah satu kemungkinan, mereka cuek karena pengalaman konflik politik sebelumnya.

Apakah kemungkinan seperti itu dapat menimpa generasi muda kita saat ini? Saking populernya, generasi milenial, kita sering mengatakannya seperti itu, oleh Presiden Jokowi diberi kesempatan untuk ikut berperan dalam pemerintahan, apa pun itu perannya. Tapi apakah prestasi mereka layak dibanggakan? Sekedar kedengaran pun tidak.

Meskipun tidak mengutarakannya secara terang-terangan, diam-diam kita masih memiliki anggapan bahwa politik menentukan segalanya, sementara kita juga paham dalam praktiknya tidak seperti itu. Jika kita menyebut sesuatu sebagai alat politik, tendensinya negatif. Netralitas terkesan lebih dapat diterima padahal itu hanya sebatas bahasa politik.

Minat generasi milenial terhadap politik

Minat generasi milenial terhadap politik terkesan menurun dibandingkan dengan generasi-generasi sebelumnya. Salah satu yang menjadi penyebabnya adalah motivasi, karena tidak ditemukan sasaran yang jelas. Generasi 1920-an dan generasi 1940-an melihat Belanda sebagai lawan yang harus dikalahkan.

Generasi 1966 menghadapi lawan yang pasti, yakni pihak komunis. Pemahaman terhadap masalah-masalah demokrasi yang terus berkembang mendorong generasi muda dasawarsa 1990-an merasa terpanggil untuk mewujudkannya dalam pemerintahan.

Tidak mudah dirumuskan tantangan seperti apa yang dihadapi generasi milenial kita saat ini. Bahwa masih cukup banyak yang tertarik untuk menjadi anggota legislatif, demikian pula yang masuk ke dalam jajaran pemerintahan, tampaknya motivasinya berbeda. Secara sederhana dapat dikatakan, yang menjadi penggeraknya bukan lagi idealisme melainkan kebutuhan.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat