kievskiy.org

Indonesia Sedang Tidak Baik-Baik Saja: Etika Hilang, Kekuasaan Tetap Jadi Prioritas

Ilustrasi kekuasaan dalam politik Indonesia.
Ilustrasi kekuasaan dalam politik Indonesia. /Pixabay/ha11ok

PIKIRAN RAKYAT - Negeri ini adalah negeri yang tak sungkan dan malu lagi; Etika dan kepatutan terus dinihilkan dan selalu ditempatkan di bawah hukum positif, yang sayangnya hukum ini dibuat tanpa mengindahkan rasa patut dan pantas tapi selalu dibuat bertendensi memenuhi syahwat kekuasaan.

Setelah gaduh berkepanjangan implikasi Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia Capres dan Cawapres, penulis menilai akan ada 'gencatan' sikap dan laku dari pemerintah guna menenangkan khalayak masyarakat Indonesia.

Apa daya, jauh-lah asap dari panggang! Faktanya Presiden Jokowi pada Selasa, 21 November 2023 malah merilis Peraturan Pemerintah No 53/2023 yang kembali menjadi sorotan. Sebab, menteri serta kepala daerah (bupati dan wali kota) tak perlu mundur jika resmi mendaftarkan diri Pilpres 2024.

Di saat bersamaan, Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 33/2015 masih mewajibkan mundurnya anggota DPR, DPD, dan DPRD ketika mencalonkan diri dalam Pilkada (pemilihan gubernur/wali kota/bupati).

Bukankah ini terjadi paradoks manakala kontestasi demokrasi tertinggi di negeri ini (Pilpres), mereka yang punya kuasa anggaran dan aparat, seraya bisa mengomando timses untuk berlaku TSM (Terstruktur, Sistematis, dan Massif), justru dilindungi aturan agar tak perlu mundur?

Bukankah rancu mereka pejabat negara yang sudah disumpah melayani publik, malah dibentengi regulasi untuk bisa spartan ber-kampanye dibandingkan mensukseskan akhir masa jabatannya? Terlebih masa kampanye Pilpres 2024 ini sangat pendek (75 hari), maka bagaimana bisa mereka lebih fokus memprioritaskan kinerja pelayanannya kepada rakyat Indonesia?

Di manakah etika, moral, dan rasa malu ditempatkan manakala aturan tak perlu mundur ini pasti akan lebih memungkinkan capres dan cawapres dari pejabat negara untuk gunakan fasilitas, akses, dan kuasa milik negara? Di manakah nilai patut dan pantas dicontohkan ke masyarakat ketika regulasi terus memberi wahana berlaku sempat-sempatnya dalam kesempitan?

Tak perlu baper jadinya jika gelagat ini wajar ditafsirkan publik bahwa Jokowi terutama hendak menguntungkan sang anak, Gibran Rakabuming Raka, sebagai Cawapres dengan keuntungan posisinya sebagai Wali Kota Solo eksisting. Seperti sebelumnya, sang paman, Anwar Usman eks Ketua Mahkamah Konstitusi yang menetapkan Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang sangat menguntungkan sang ponakan.

Sah-sah pula jika Peraturan Pemerintah No 53/2023 ini dimaknai hendak memberikan advantage kepada Capres Prabowo Subianto, yang anak kecil pun sudah bisa melihat bahwa gelagat dan gestural Jokowi lebih mendukungnya dibandingkan dua capres lainnya. Maka itu, aturan tersebut sekali pun juga memberi ruang keuntungan bagi Cawapres Mahfud MD namun takkan begitu leluasa karena angin preferensi sudah tampak jelas mengarah ke mana.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat