kievskiy.org

Kontroversi Elektabilitas Pemilu, Seberapa Akurat Hasil Survei?

Ilustrasi Pemilu 2024.
Ilustrasi Pemilu 2024. /Pikiran Rakyat/Waitmonk

PIKIRAN RAKYAT - Setiap kali musim Pemilu, kiprah lembaga survei kerap disorot, tidak hanya oleh elite politik, tetapi juga oleh publik luas. Hal ini terjadi lantaran terdapat perbedaan hasil survei dari sejumlah lembaga survei.

Keunggulan pasangan calon presiden dinilai tergantung pada lembaga survei mana yang melakukan riset. Siapa yang memesan survei akan menentukan hasil dari riset tersebut. Tudingan miring seperti ini yang selalu menimpa lembaga survei

Pada Desember 2023 hingga Januari 2024, sebagaimana rilis yang muncul di berbagai media, pasangan Prabowo-Gibran selalu unggul atas pasangan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud di hampir semua survei lembaga survei, seperti LSI Denny JA, Lembaga Survei Indonesia, Indikator Politik Indonesia, Charta Politica, Poltracking Indonesia, SMRC, dan lembaga survei lainnya.

Data survei lembaga-lembaga tersebut bahkan menunjukkan pasangan Prabowo-Gibran potensial menang satu putaran, karena angkanya sudah hampir menembus 50+1, pada kisaran 42-47 persen.

Meski begitu, potret survei dari berbagai lembaga survei arus utama itu mulai dipertanyakan. Sebab, terdapat lembaga survei lain yang mencatat hasil berbeda. Perusahaan market research asal Australia, Roy Morgan, dalam hasil surveinya (Desember 2023), menunjukkan Ganjar Pranowo unggul dengan perolehan suara 38 persen. Prabowo Subianto menyusul di belakangnya dengan 30 persen, sementara Anies Baswedan 25 persen.

Mungkin karena perbedaan hasil survei ini, pengamat politik Prof Ikrar Nusa Bhakti terdorong untuk memberikan catatan kritis. Menurutnya survei tentang elektabilitas capres-cawapres itu memang dipesan untuk memenangkan Prabowo-Gibran. Tanpa menyebut pihak yang memesan, Ikrar menyebut ada dua cara lembaga survei membuat Prabowo-Gibran unggul.

Pertama, ada lembaga-lembaga survei yang diminta untuk mengunggulkan pasangan Prabowo-Gibran. Kedua, mengintervensi secara tak langsung teknis survei. Sehingga hasil yang dirilis ke media sesuai dengan keinginan pemesan. Namun soalnya adalah, kritik Ikrar itu bersifat spekulasi.

Bias Survei

Kritik Ikrar sebetulnya terkait dengan adanya bias politik dalam publikasi hasil survei. Posisi lembaga survei yang merangkap sebagai konsultan politik dari salah satu kandidat menjadi biang masalahnya. Padahal lembaga survei yang merangkap konsultan politik tidak diharamkan dalam hukum besi demokrasi. Itulah mengapa tidak ada aturan yang melarang.

Namun demikian, bukan berarti lembaga survei bisa bebas dari bias survei. Sejarah mencatat bahwa lembaga jajak pendapat di Amerika, Literary Digest, yang sempat dianggap kredibel pun bisa tergelincir karena bias survei.

Literary Digest merupakan majalah mingguan populer di AS yang telah melakukan jajak pendapat untuk memprediksi pemenang pilpres, dan hasil surveinya selalu akurat. Majalah itu berhasil memprediksi kemenangan Warren Harding pada 1920, Calvin Coolidge pada 1924, Herbert Hoover pada 1928, dan Franklin Roosevelt pada 1932.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat