kievskiy.org

Sandyakala Ning Radio Komunitas di Indonesia

Ilustrasi siaran radio.
Ilustrasi siaran radio. /Pixabay/benjaminhartwich

PIKIRAN RAKYAT - Angin reformasi politik yang berembus kencang pada 1998 di Indonesia telah menyentak berbagai sendi kehidupan politik, sosial, dan budaya bangsa. Kerangka berpikir politik yang sebelumnya otoriter berganti menjadi kerangka berpikir yang lebih demokratis. Pers Indonesia tumbuh dan berkembang seiring dengan tumbuhnya Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang mengalami pasang surut kebebasan. Namun, secara garis besar, pers dan penyiaran di Indonesia tidak pernah mengenyam kemerdekaan dalam arti yang sebenarnya, bahkan sejak kelahiran mereka pertama kali.

Lembaga legislatif (DPR RI) hasil reformasi segera merevisi UU Pokok Pers yang dinilai serba menekan dengan UU Pers baru yang banyak ‘menjanjikan’ kemerdekaan pers. Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) sering dituding sebagai instrumen pemerintah dalam mengendalikan kemerdekaan pers.

Dunia penyiaran (radio dan televisi) mengalami nasib yang sama dengan rekan persnya Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002. Ada puluhan diskusi, seminar, simposium, dan kegiatan ilmiah lainnya yang bertujuan mendiskusikan dan memberikan masukan bagi UU Penyiaran yang pada akhirnya disahkan oleh politisi Senayan. Kekuasaan penyiaran “digeser” ke arah demokratisasi penyiaran, yakni membentuk lembaga independen yang mengurus tentang penyiaran.

Karakteristik

Keberadaan radio komunitas (rakom) di Indonesia tidak akan pernah bisa dilepaskan dari perjuangan masyarakat prodemokrasi dalam merebut supremasi informasi yang selama ini digenggam erat oleh segelintir orang yang disebut sebagai konglomerat media. Melalui berbagai upaya seminar, lokakarya, pelatihan dan forum-forum publik lainnya akhirnya keberadaan lembaga penyiaran publik dan lembaga penyiaran komunitas mulai diakui keberadaannya oleh hukum positif di Indonesia terutama para aktivis prodemokrasi dan para peminat informasi masyarakat. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang merupakan produk hukum pertama di Indonesia yang secara jelas mengakui eksistensi radio komunitas.

Berdasarkan data yang ada di KPID Jawa Barat saja, ada puluhan radio komunitas yang mengantre untuk mendapatkan Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP). Rakom bersanding sejajar dengan lembaga-lembaga penyiaran lain di Indonesia, yakni Lembaga Penyiaran Swasta, Lembaga Penyiaran Publik, dan Lembaga Penyiaran Berlangganan. Karakteristik yang sangat menonjol dari radio komunitas adalah nonpartisan dan bentuk badan hukumnya yang berbeda dengan radio swasta atau radio publik. Badan hukum radio komunitas berbentuk Perkumpulan Radio Komunitas atau Koperasi Radio Komunitas.

Kepentingan tersebut didasari oleh motivasi yang dimiliki masing-masing komunitas. Seperti halnya radio komunitas yang berbasis geografi, profesi, kampus/pendidikan, hobi, kondisi darurat, dan agama. Dadan Saputra, seorang penggiat Jaringan Radio Komunitas Indonesia (JRKI) menggolongkan radio komunitas ke dalam empat kelompok berdasarkan sejarah perkembangannya yaitu rakom yang dibentuk karena adanya kebutuhan, rakom dikembangkan oleh kampus, rakom yang awalnya merupakan radio hobi kemudian beririsan dengan kelompok pertama dalam proses advokasi UU Penyiaran dan melakukan reorientasi menjadi radio komunitas, serta rakom yang orientasinya hobi atau komersial dan lebih cocok menjadi lembaga penyiaran swasta.

Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, semua stasiun radio dan televisi harus bersiaran sesuai dengan Rencana Induk Frekuensi Radio yang dikeluarkan oleh pemerintah. Sesuai dengan tujuan pendirian radio komunitas, isi siaran radio komunitas idealnya disusun bersama oleh warga komunitas, sehingga menjawab berbagai kebutuhan mereka. Sesuai dengan semboyan “radio komunitas: dari, oleh, dan untuk komunitas”, isi siaran lembaga penyiaran komunitas seharusnya menggambarkan komunitas yang diwakilinya. Namun, sayangnya kebanyakan radio komunitas masih belum mencerminkan semboyan tersebut.

Pengalaman penulis selama melakukan sweeping terhadap radio komunitas gelap di Jawa Barat memperlihatkan bahwa radio komunitas bersiaran dengan cara memutar lagu-lagu dangdut populer dan tidak mengandung unsur informasi apa pun.

Eksistensi

Sejak pertama kelahirannya di Indonesia, lembaga penyiaran komunitas (termasuk radio komunitas) menghadapi masalah yang cukup pelik dalam mempertahankan eksistensi di dunia penyiaran di Indonesia. Lahir sebelum adanya UU Penyiaran, bukan berarti radio komunitas berjalan mulus di tataran dunia peradilan di Indonesia. Agak mengherankan bila kita memperhatikan gejala sangat tingginya minat masyarakat untuk mendirikan radio komunitas, selalu tidak diimbangi dengan ketersediaan infrastruktur penyiaran yang memadai.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat