kievskiy.org

Keberpihakan Presiden dalam Pemilu: Bentuk Kepanikan?

Presiden Jokowi.
Presiden Jokowi. /POOL via REUTERS

PIKIRAN RAKYAT - Pernyataan Presiden Joko Widodo boleh memihak dan berkampanye dalam Pemilu beberapa waktu lalu, menimbulkan polemik di tengah-tengah masyarakat. Bahkan, ada yang menilai kualitas demokrasi Indonesia mengalami penurunan karena keberpihakan ini dan perdebatannya sampai pada kesimpulan Jokowi telah merusak sistem demokrasi Indonesia demi dinasti politik dan nepotisme. Bahkan ada yang menilai ini menjadi pintu masuk untuk pemakzulan Jokowi.

Keberpihakan ini dinilai berbagai pihak rawan penyalahgunaan wewenang. Sebab pejabat yang akan ikut kontestasi ataupun mendukung salah satu pasangan calon akan menyalahgunakan kewenangannya sehingga dipastikan terjadi abuse of power.

Keberpihakan; Abuse of Power dan Kepanikan

Menarik kisah yang ditulis oleh Alfan Alfian untuk mengilustrasikan tentang pentingnya demokrasi yang berkonotasi kepanikan dan bukan kuantitatif.

Di suatu hutan, singa sebagai rajanya, tiba-tiba pemarah dan otoriter sekali. Sikap bijaknya tenggelam oleh nafsu berkuasa, dan itu harus diekspresikannya dengan mengharuskan masyarakat hutan untuk menyetor binatang-binatang setiap hari untuk dijadikan mangsanya.

Baca Juga: Heboh Food Estate di Debat Cawapres: Penilaian Harus Didukung Data, Jangan Bodohi Publik

Masyarakat hutanpun kecewa dengan kebijakan sang raja. Tetapi tidak ada pilihan lain. Setiap hari seekor binatang harus direlakan untuk disantap sang Singa, entah itu Kera, Kijang, Kuda, Anjing, Kucing, Ayam, Burung, dan apa saja. Sampailah saatnya, Kelinci. Ia hadir untuk menaklukkan raja yang rakus, tetapi bodoh.

Lalu terjadi dialog antara Singa dan Kelinci; “Kau terlambat”. “Aku nyaris tak sampai,” jawab Kelinci dengan tenang dan pasti. “Kami diserang di perjalanan”. “Kami, kami, siapa?” “Yah, hewan-hewan yang mengirimku berpikir bahwa binatang seukuranku tak akan kenyang bila hanya memangsa satu kelinci yang kurus kering ini. Mereka megirim dua supaya perutmu kenyang”. “Lantas di mana temanmu?”. “Kami sedang di perjalanan, ketika mendadak kami diserang oleh seekor …” “Seekor apa?”. “Seekor Singa”.

Betapa kagetnya sang Singa, raja hutan itu, mendengar adanya Singa lain. Ia mengaum dalam kemurkaan dan kemarahan. Kemarahan memuncak ketika mendengar penjelasan bahwa Singa lain itu, sangat besar dan garang.  

Baca Juga: Kasus Video Hoaks Menara Eiffel, Haruskah Kita Takut terhadap AI?

“Aku akan membunuhnya, betapa kurang ajarnya dia,” kata Singa yang bermuka merah, karena marah. Sang Singa meminta Kelinci menunjukkan di manakah Singa lain itu, dan Kelinci pun menjawab, hingga ke tepi sebuah sumur. “Di mana Singa itu?” “Di sana, di dalam sumur itu!”.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat