kievskiy.org

Petani Indonesia dan Prancis Sama-sama Tercekik Kebijakan Pemerintah yang Mencla-mencle

Ilustrasi beras di Gudang Bulog.
Ilustrasi beras di Gudang Bulog. /Dok. Pikiran Rakyat

PIKIRAN RAKYAT - Dari yang saya baca dalam sejumlah berita, di Indonesia beras dan bahan pokok lain harganya naik meroket. Selain harga tinggi, beras pun hilang dari pasaran. Dalam seminggu terakhir, masyarakat sibuk mengantre stok beras Bulog yang memang sedikit, habis digunakan bansos dan bagi-bagi beras menjelang pilpres dan pileg kemarin. Petani kena imbasnya untuk menyiapkan stok, mereka disudutkan pemerintah dengan 'dipaksa' panen raya bulan Maret, sedang kita tahu, setiap panen raya belum tentu menjamin keberadaan beras. Simsalabim, solusi instan dari pemerintah adalah mengimpor jutaan ton beras dari negara tetangga. Solusi instan seperti ini bisa diartikan kebijakan pemerintah tidak berjalan lurus dengan kenyataan di lapangan.

Pernyataan Jokowi bahwa hilangnya beras di Indonesia adalah karena krisis iklim, bagi saya tidak sepenuhnya benar. Kesalahannya bukan hanya pada petani dan iklim, kesalahan utamanya justru terkait kebijakan tata kelola beras, alias kebijakan pemerintah yang mencla-mencle. Tata kelola beras yang buruk membuat fluktuasi harga dan jumlah stok beras kerap mengkhawatirkan menjelang bulan puasa dan Idul fitri seperti saat ini. Para petani Indonesia seakan tidak pernah diajak berunding soal tata kelola beras, mereka hanya dipergunakan sebagai alat produksi saja. Petani di mana pun selalu jadi objek dan disudutkan oleh kebijakan-kebijakan pemerintah.

Protes Petani di Prancis

Sama ceritanya dengan petani di Indonesia, petani di Prancis juga sedang jadi objek dan tersudut oleh kebijakan pemerintahnya. Bedanya, di sini para petani berani protes dan turun ke jalanan. Demonstrasi petani Prancis kali ini disebut media lokal sebagai colere agricole atau amarah petani.

Para petani marah karena Pemerintah Prancis mencabut subsidi BBM alat pertanian, subsidi pakan ternak dan pencabutan keringanan pajak produk pertanian. Ditambah dengan dampak perubahan iklim membuat tali hidup para petani makin mencekik.

Blokade jalanan ke ibu kota Paris dilakukan para petani untuk menghentikan pasokan bahan pangan. Mereka memblokade jalanan, membuang pupuk kandang, produk busuk, dan jerami di beberapa lokasi. Lokasi pembuangan yang disasar para petani adalah jalan tol, gedung pemerintahan, gedung perbankan, dan beberapa supermarket yang dituduh membeli produk pertanian di bawah harga produksi.

Petani Prancis memobilisasi diri bergerak menuju Paris dari segala penjuru wilayah. Traktor-taktor dan alat berat pertanian berkonvoi, berparade mengibarkan bendera Prancis, beberapa traktor bahkan dicat warna bendera Prancis yakni biru, putih, merah. Konvoi mereka selalu meriah, setiap kota yang dilewati konvoi traktor tersebut, disambut simpatik oleh tepuk tangan meriah warga kota. Mungkin kalau tanpa kawalan polisi, konvoi truk ini persis seperti parade tujuh belasan di Indonesia.

Kekhasan demo petani Prancis adalah modifikasi klakson traktor, suaranya “dimodif” jadi irama lagu-lagu hit seperti baby shark. Setiap kali irama klakson lagu anak-anak sohor itu dimainkan, kontan membuat bocah-bocah yang mendengar joget kegirangan. Hal kecil yang membuat protes petani Perancis begitu simpatik. Kejadian joget bocah ini mengingatkan saya pada tren klakson bus telolet di Indonesia. Membuktikan bahwa bocah-bocah di bagian dunia mana pun, kalau dengar lagu baby shark pasti joget kegirangan.

Konvoi traktor yang klaksonnya dimodif itu beriringan panjang, konvoi menuju Paris yang kemalaman, biasanya disambut dan dipersilakan untuk bermalam oleh asosiasi petani lokal sebagai bentuk solidaritas. Bentuk solidaritas tidak datang dari asosiasi petani saja, tetapi juga dari asosiasi guru. Beberapa minggu lalu, mayoritas sekolah Prancis diliburkan karena para guru ikutan mogok mengajar, ini bentuk solidaritas mereka terhadap pemogokan kerja para petani. Demonstrasi di Prancis selalu didasar atas rasa simpatik dan solidaritas bersama.

Meski awal Februari lalu Perdana Menteri Prancis Gabriel Attal berjanji memperbaiki keadaan bagi para petani, rupanya protes tidak berhenti di sana. Para petani tetap menggelar demonstrasi selama lebih dari sebulan. Petani masih berang, keadaan mereka masih menggantung gara-gara kebijakan. Sampai dengan tulisan ini dibuat belum ada kejelasan sampai kapan demonstrasi ini akan berlangsung. Beberapa media lokal Prancis memprediksi pemogokan akan berlangsung berminggu-minggu ke depan.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat