kievskiy.org

Peristiwa Unik Sengketa Pilpres 2024: Amicus Curiae Mengejutkan Demokrasi Kita

Gedung Mahkamah Konstitusi atau MK.
Gedung Mahkamah Konstitusi atau MK. /Pikiran Rakyat/Asep Bidin Rosidin

PIKIRAN RAKYAT - Proses pemilihan presiden/wakil presiden 2024 menimbulkan gejolak sosial serta peristiwa hukum yang bisa dikatakan luar biasa. Baru sekali ini proses serta hasil penghitungan pemilu mendapat reaksi seperti itu. Berbagai kalangan masyarakat dari aktivis sosial sampai kalangan akademisi menyampaikan keberatan. Inti masalahnya, diduga terjadi kecurangan. Bukan sebatas penghitungan suara melainkan juga diloloskannya GIbran Rakabuming Raka sebagai cawapres Prabowo Subianto.

Akibatnya, proses hukum yang berlangsung di Mahkamah Konstitusi mendapat perhatian besar. Salah satunya adalah keberatan masyarakat yang dikategorikan sebagai Amicus Curiae, Sahabat Pengadilan. Ini sesuatu yang baru terjadi dalam ranah hukum di negara ini. Awalnya adalah dipelopori kelompok seniman, yang dimotori Butet Kertaradjasa, Goenawan Mohamad, Ayu Utami serta puluhan seniman lainnya menyampaikan amicus curiae ke MK.

Peristiwa ini mendapat perhatian besar dari media. Setelah itu puluhan reaksi yang sejenis disampaikan berbagai pihak. Megawati Soekarnoputri, dalam status sebagai warga negara, termasuk di dalamnya.

Amicus curiae bisa diartikan sebagai perseorangan atau organisasi yang bukan merupakan pihak dalam suatu perkara hukum, tetapi diperbolehkan membantu pengadilan dengan memberikan informasi, keahlian, atau wawasan yang berkaitan dengan permasalahan dalam perkara tersebut. Salah satu pihak yang mengajukan amicus curiae menyatakan alasannya untuk menyelamatkan masa depan bangsa dan negara dari ancaman kehancuran demokrasi, desintegrasi bangsa rusaknya sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dalam batasan hukumnya, amicus curiae sebatas memberikan opini terhadap perkara. Sedangkan hakim memiliki otoritas sepenuhnya apakah amicus curiae tersebut akan dipertimbangkan sepenuhnya, dipertimbangkan sebagian, atau sama sekali tidak dijadikan sebagai bahan pertimbangan.

Terlepas akan seperti apa sikap hakim terhadap opini yang disampaikan berbagai kelompok Sahabat Pengadilan nanti, fenomena ini cukup menarik untuk menjadi bahan pemikiran. Bagi kita, sebagai bangsa yang masih tertatih-tatih dalam melaksanakan proses demokrasi, seluruh komponen bangsa ini terpanggil untuk berusaha terus menelusuri berbagai lekuk demokrasi. Dalam sejarahnya, demokrasi tidak pernah berwarna utuh, selalu ada kecurangan atau kebocoran yang akan memberikan pengaruh terhadap proses selanjutnya.

Opini yang dikategorikan sebagai Sahabat Pengadilan sejatinya menjadi pengingat bahwa terbuka kemungkinan timbulnya jarak, atau pemisah, antara keputusan hukum dengan keadilan itu sendiri. Dengan memahami kemungkinan seperti itu ada risiko apa pun keputusan hakim tidak akan memuaskan semua pihak.

Yang sedang dihadapi oleh MK saat ini adalah perkara hukum pemilihan umum, berkaitan dengan proses pemilihan presiden/wakil presiden. Namun implikasinya jauh ke awal, karena diduga terjadi kecurangan ketika MK memutuskan Gibran Rakabuming Raka berhak untuk maju sebagai calon wakil presiden. KPU sendiri sudah memutuskan pasangan Prabowo/Gibran terpilih sebagai presiden/wakil presiden periode 2024-2029. Karena gugatan hukumnya bertumpu ke sana, implikasinya diperkirakan akan berkaitan dengan keabsahan pemerintahan yang akan datang.

Akar Penyebab

Timbulnya opini yang dikategorikan sebagai Sahabat Pengadilan, mestinya tidak berhenti pada akan seperti apa keputusan hakim MK nanti. Yang lebih jauh dari itu kita mesti berupaya melihat kembali apa yang menjadi akar penyebabnya. Apakah benar-benar hanya sebatas indikasi keberpihakan Anwar Usman yang ketika itu menjadi Ketua MK, dan notabene adalah paman Gibran, atau latar belakangnya lebih jauh lagi?

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat