kievskiy.org

Refleksi Seperempat Abad Reformasi, Masa Depan Bangsa Suram?

Ilustrasi bangsa Indonesia.
Ilustrasi bangsa Indonesia. /Antara/Mohammad Ayudha

PIKIRAN RAKYAT - Kalau kita membaca ulang perdebatan di antara sejumlah tokoh bangsa dalam mempersiapkan Indonesia yang merdeka dan berdaulat, timbul rasa iri. Mereka, sekelompok kecil kalangan terpelajar berdebat, mengajukan berbagai argumentasi berdasarkan wawasan yang sangat luas. Apakah itu ideologi, politik, ekonomi, budaya. Wawasan yang mereka kemukakan sangat mencerahkan, sehingga tergambarlah bagaimana sebuah negara baru yang bernama Indonesia mesti ditata dan dikelola.

Mungkin kita merindukan perdebatan seperti itu, karena akan memperkaya wawasan dalam menghadapi berbagai tantangan yang menghadang dari bermacam arah. Sayang argumentasi dengan wawasan sangat luas seperti itu belakangan hampir tidak pernah terjadi. Perdebatan hanya sebatas tujuan jangka pendek.

Situasi yang penuh harapan pernah terjadi pada saat menjelang lengsernya Presiden Suharto. Para aktivis dan kalangan terpelajar berlomba mengemukakan pikiran serta gagasan, sebaiknya seperti apa negara ini mesti ditata. Semangat reformasi menjadi warna yang sangat menonjol. Ketika itu beberapa tokoh, boleh disebut Amien Rais, Abdurrahman Wahid serta Nurcholis Madjid, wanti-wanti agar semangat reformasi tidak memberikan cek kosong. Selepas Suharto, negara mesti diurus lebih baik.

Harapan ke arah itu sempat berbunga. Proses demokrasi mesti dikawal. Dibentuklah Mahkamah Konstitusi, Komisi Pemberantasan Korupsi, untuk menyebut lembaga yang sangat strategis. Masyarakat berharap banyak, masa depan Indonesia sudah terbayang. Namun, harapan seperti itu terlalu cepat mengabur. Ketua DPR RI divonis karena korupsi. Demikian juga dengan yang menimpa Ketua MK. Sementara KPK malah berkutat dalam pergulatan yang remeh-temeh. Komisioner KPK mengadukan Dewan Pengawas ke kepolisian.

Lalu, bagaimana dengan presiden? Justru sosok inilah yang belakangan ini menjadi titik pusat perdebatan yang cenderung memanas. Bagaimana pula dengan semangat reformasi? Tidak sedikit yang meragukannya, bahkan menganggap semangat itu sudah lenyap atau sengaja dilenyapkan. Bangsa ini telah melewatkan waktu seperempat abad lamanya untuk menghidupkan harapan. Tapi, kekecewaan juga yang muncul. Apa yang menjadi penyebabnya?

Inkonsistensi Pemimpin

Ilustrasi pemimpin.
Ilustrasi pemimpin.

Kalau kita merekonstruksi perjalanan selama seperempat abad tersebut, ada benang merah yang dapat kita amati. Para pemimpin di berbagai tingkatan terlalu gampang berkompromi. Mereka tidak memiliki wawasan kenegaraan yang mumpuni. Pragmatis dan fragmentaris menjadi salah satu cirinya. Coba kita simak salah satu program yang sangat populer, yakni bantuan sosial. Targetnya tidak jelas, malah ada kecenderungan program seperti itu akan dijadikan sebagai program yang permanen. Kesan seperti itu muncul pula jika kita melirik aspek lain, khususnya bidang pendidikan dan kesehatan.

Di tengah iklim politik yang bisa dikatakan tanpa konflik yang argumentatif, kita tidak bisa mengharap banyak. Sampai kapan akan berlanjut? Mengelola negara tanpa argumentasi yang kaya dengan berbagai wawasan, ibaratnya memberikan cek kosong kepada siapa pun yang terpilih sebagai pemimpin, baik di pusat maupun di daerah.

Barangkali kita boleh menyebut nama pemimpin yang bekerja dengan penuh dedikasi. Tapi hal itu sangat tergantung pada integritas yang bersangkutan, bukan karena sistem. Padahal, yang kita butuhkan justru terselenggaranya sistem pemerintahan yang benar-benar dilaksanakan secara konsisten.

Perlu ditekankan, bahwa salah satu kelemahan para pemimpin kita adalah inkonsistensi. Amanat Reformasi itu kurang apa sebenarnya. Penegakan reformasi hukum, pemberantasan KKN, pengadilan mantan Presiden Soeharto beserta kroninya, amandemen UUD 1945, pencabutan dwifungsi ABRI, otonomi daerah seluas-luasnya. Kalau saja keenam butir tuntutan tersebut dilaksanakan secara konsisten, hampir bisa dipastikan cerita negara kita akan berbeda dari apa yang dirasakan saat ini.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat