kievskiy.org

9 Fakta Temuan Komnas HAM Soal Proses Alih Status Pegawai KPK

Ilustrasi HAM. Komnas HAM membeberkan hasil temuannya terkait dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan dalam proses Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
Ilustrasi HAM. Komnas HAM membeberkan hasil temuannya terkait dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan dalam proses Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). /Pixabay/geralt

PIKIRAN RAKYAT – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) membeberkan temuan fakta dari dugaan pelanggaran HAM dalam proses alih status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dalam konferensi Pers pada Senin, 16 Agustus 2021, komisioner Komnas HAM membeberkan hasil temuannya terkait dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan dalam proses Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).

Berdasarkan seluruh proses yang telah dijalani dalam rangka mendalami aduan dari pegawai KPK tersebut, berikut substansi fakta temuan Komnas HAM:

  1. Secara substansi kami ingin sampaikan bahwa proses alih status pegawai KPK menjadi ASN melalui asesmen TWK hingga pelantikannya hingga 1 Juni 2021 diduga kuat sebagai bentuk penyingkiran terhadap pegawai tertentu dengan latar belakang tertentu, khususnya mereka yang distigma atau dilabeli sebutan Taliban.

 Baca Juga: Taliban Nyatakan Perang di Afghanistan Berakhir, Lebih dari 60 Negara Keluarkan Pernyataan Bersama

  1. Pelabelan tersebut terhadap pegawai KPK tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, baik faktual maupun hukum, adalah bentuk pelanggaran HAM. Stigmatisasi maupun pelabelan terhadap seseorang merupakan salah satu permasalahan serius dalam konteks HAM.
  2. Telah terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) pegawai KPK melalui alih status dalam asesmen TWK. Penggunaan stigma dan label Taliban menjadi basis dasar pemutusan hubungan kerja melalui proses alih status pegawai KPK menjadi ASN nyata terjadi.
  3. Penyelenggaraan asesmen TWK dalam proses alih status pegawai KPK tidak semata-mata melaksanakan perintah dari UU Nomor 19 tahun 2019 yang merupakan revisi dari UU KPK No. 30 tahun 2002 dan PP No. 14 tahun 2020, namun memiliki intensi lain.

Revisi UU tersebut digunakan sebagai momentum untuk meneguhkan keberadaan stigma dan label tersebut di dalam internal KPK.

 Baca Juga: Baru Mendarat Hari ini, 5 Juta Dosis Vaksin Sinovac Kembali Tiba di Indonesia

  1. Usulan, atensi, dan intensi penuh pimpinan KPK dalam proses perumusan, penyusunan, dan pencantuman asesmen TWK dalam Perkom Nomor 1 tahun 2021, ditambah adanya keputusan di level pimpinan dan atau kepala lembaga, serta Menteri terkait, asesmen TWK dan bekerja sama dengan BKN yang dapat dipahami sebagai bentuk perhatian lebih dan serius dibandingkan substansi pembahasan lain dalam draf Perkom.
  2. Hal terkait dengan Pelaksanaan Asesmen TWK:
    a. Penyelenggaraan teknis asesmen TWK dalam rangka alih status pegawai KPK tanpa dasar hukum yang jelas dan tepat, serta terindikasi melawan hukum
    b. Kerja sama BKN dengan pihak ketiga seperti BAIS, Dinas Psikologi AD, BNPT, BIN, dan lembaga yang tidak mau disebut, juga tidak memiliki dasar hukum
    c. Penyelenggaraan asesmen TWK yang tidak ideal ditinjau dari sisi keterbatasan waktu
    d. Penyelenggaraan asesmen TWK bertindak kurang hati-hati dan cermat dalam menjalankan aturan hukum yang berlaku dan terjadi pelanggaran kode perilaku asesor
    e. Jenis pertanyaan dan indikator penilaian (merah, kuning, hijau) dalam asesmen TWK merupakan persoalan serius dalam HAM karena diskriminatif, bernuansa kebencian, merendahkan martabat dan tidak berperspektif gender

 Baca Juga: Warga Afghanistan Panik Berebut Naik Pesawat, Kabul Jatuh ke Tangan Taliban

7. Adanya fakta dugaan kuat atas tindakan terselubung dan ilegal dalam pelaksanaan Asesmen TWK:
a. Dilakukannya profiling lapangan terhadap beberapa pegawai
b. Penggunaan kop surat BKN oleh BAIS untuk tes esai atau DIP (Daftar Isian Pribadi)
8. Pengabaian dan ketidakpatuhan terhadap putusan MK dan Arahan Presiden Republik Indonesia secara sadar dan sengaja yang dilakukan oleh KPK secara bersama-sama dengan instansi lain.
9. Kebijakan penyelenggaraan asesmen TWK dalam rangka alih status pegawai KPK menjadi asesmen tidak memenuhi tujuan pembentukan peraturan perundang-undangan.
Selain itu, penyelenggaraan maupun penyelenggara dalam proses asesmen tersebut pun tidak memenuhi prinsip profesionalitas, transparansi, dan akuntabilitas.
“Oleh karena kesimpulan faktual seperti itu, maka terdapat berbagai pelanggaran HAM,” ucap Komisioner Komnas HAM, Chairul Anam.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat