kievskiy.org

Pakar Hukum Tata Negara: Rencana Amandemen Konstitusi oleh MPR Cacat Konsep dan Paradigma

Ilustrasi hukum, aturan, amandemen.
Ilustrasi hukum, aturan, amandemen. /Pixabay/ArtsyBeeKids

PIKIRAN RAKYAT - Pakar Hukum Tata Negara dan Konstitusi Universitas Muslim Indonesia, Fahri Bachmid menilai rencana amandemen UU 1945 cacat secara konsep.

Menurutnya, rencana tersebut tidak bisa diputuskan secara terburu-buru, dan serampangan. Sebab akan berimplikasi pada konstruksi hukum tata negara secara keseluruhan.

"Rencana amandemen Konstitusi oleh MPR cacat konsep dan paradigma," kata Fahri dalam keterangannya kepada Pikiran-Rakyat.com, Minggu, 5 September 2021.

Fahri mengatakan, amandemen UUD 1945 oleh MPR, yang konon akan dilakukan secara terbatas akan menambah 1 ayat pada Pasal 3 yang memberi kewenangan kepada MPR untuk mengubah dan menetapkan Pokok-pokok Haluan Negara (PPHN).

Baca Juga: Mahfud MD Bicara Soal Amandemen UUD, Sebut Pemerintah Tak Ikut Campur

Selain itu juga menambahkan ayat pada ketentuan Pasal 23 yang mengatur kewenangan DPR untuk menolak RUU APBN yang diajukan oleh presiden apabila tidak sesuai PPHN.

"Secara konstitusional maupun teoritik, amandemen konstitusi merupakan sebuah keniscayaan untuk mengakomodir tuntutan dan kebutuhan serta dinamika hukum masyarakat, dan untuk amandemen UUD 1945 MPR harus dilakukan dengan cermat dan hati-hati, setidaknya wajib mengunakan parameter untuk mengukur tingkat urgensinya," ucapnya.

Dia pun merujuk pada Kesepakatan Dasar yang disusun oleh Panitia Ad Hoc I pada saat proses pembahasan perubahan UUD 1945 pada saat amandemen pertama sampai keempat tahun 1999-2002.

Dimana ada lima isi dari kesepakatan tersebut yakni, Pertama, tidak mengubah Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Kedua, tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ketiga, mempertegas sistem pemerintahan presidensial.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat