kievskiy.org

Draft RUU Omnibus Law Beredar di Tengah-tengah Publik, Baleg Justru Belum Menerimanya

RATUSAN buruh menggelar aksi unjuk rasa menentang omnibus law di Jakarta, Senin, 20 Januari 2020. Dalam aksinya mereka menolak omnibus law yang dinilai hanya menguntungkan pengusaha dan investor serta merugikan pekerja di Indonesia.*
RATUSAN buruh menggelar aksi unjuk rasa menentang omnibus law di Jakarta, Senin, 20 Januari 2020. Dalam aksinya mereka menolak omnibus law yang dinilai hanya menguntungkan pengusaha dan investor serta merugikan pekerja di Indonesia.* /Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO

PIKIRAN RAKYAT - Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Rieke Dyah Pitaloka mengaku belum menerima draf resmi semua rancangan undang-undang (RUU) terkait Omnibus Law dari pihak pemerintah.

Diketahui, Pemerintah tengah menginisiasi empat omnibus law yakni omnibus law RUU Kefarmasian, RUU Cipta Lapangan Kerja, RUU Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian, dan RUU Ibu Kota Negara.

Menurut Rieke, pihaknya saat ini masih menggodok agar 50 RUU bisa disetujui masuk di Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2020 dalam rapat paripurna DPR. Rieke mengatakan pihaknya tak akan membahas RUU terkait omnibus law yang dikirim pemerintah apabila belum disetujui DPR lewat rapat paripurna.

Baca Juga: Depan Forum Ekonomi Dunia 2020, Trump Menyindir Greta Dengan Sebutan Peramal Kiamat

"Kalau pun pemerintah mengirim kan draf ini tidak disahkan prolegnas prioritas 2020 di paripurna maka tidak akan terjadi pembahasan," kata Rieke di Kompleks Parlemen Senayan, Selasa 21 Januari 2020.

Rieke enggan mengomentari terkait beredarnya draf RUU Cilaka yang kini beredar di tengah-tengah publik. Ia pun menyatakan masih menunggu dokumen resmi dari pemerintah terkait hal tersebut.

"Kalau sudah ada dokumen resminya pasti kita sampaikan juga ke publik tapi kita ga akan berasumsi," kata politikus PDIP tersebut.

Baca Juga: Di WEF 2020 Aktivis Iklim Singgung Kebakaran Hutan Australia, Donald Trump: Ini Tentang Ekonomi, Bodoh

Selain itu, Rieke menyatakan pihaknya membuka peluang untuk menerima masukan dari pelbagai pihak untuk menyempurnakan proses RUU Cipta Lapangan Kerja. Hal itu tak lepas dari banyaknya protes dari serikat buruh yang mempersoalkan beberapa subtansi di RUU tersebut.

"Jadi tetap membuka ruang juga untuk hal-hal tertentu baik itu yang menyangkut perhatian publik maupun secara subtansi memang penting bagi bangsa dan negara gitu. Itu bisa dibuka lagi," kata dia.

Sebelumnya, Wacana pemerintah menerbitkan Undang Undang Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja ditolak buruh. Penolakan mereka salah satunya disampaikan melalui aksi yang digelar di Kompleks Parlemen Senayan, Senin 20 Januari 2020.

Baca Juga: Hadiri Pemutaran Perdana Film Terbaru Al Ghazali, Ahmad Dhani: Filmnya Bagus untuk Keluarga

Memadati ruas jalan Gatot Subroto, buruh yang berjumlah sekira ratusan ini menyebut ada enam alasan kenapa mereka menolak Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja atau yang mereka sebut sebagai 'Cilaka'.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan yang pertama, Omnibus Law itu dalam praktiknya dikhawatirkan akan menghilangkan upah minimum bagi buruh. Pengenalan upah per jam akan mengakibatkan upah minimum bakal terdegredasi bahkan hilang. Buruh akan dihitung per jam dalam jam kerjanya.

"Kalau dia bekerja dalam satu bukan hanya 2 minggu, maka dapat dipastikan upahnya hanya sepertiga atau paling tinggi setengah dari nilai upah minimum yang berlaku di satu daerah tertentu," kata Iqbal.

Baca Juga: Hasil Liga Inggris Pekan ke-24: Bellerin Selamatkan 10 Pemain Arsenal saat Tahan Imbang Chelsea

Selanjutnya, ia mengkhawatirkan RUU ini akan mengakibatkan hilangnya pesangon, membebaskan buruh kontrak serta alih daya (outsoursing), mempermudah masuknya tenaga kerja asing, dan menghilangkan jaminan sosial, dan menghilangkan sanksi pidana bagi pengusaha.

"Melalui kesempatan ini kami meminta DPR untuk membatalkan Omnibus law cipta lapangan kerja. Khususnya keterkaitannya dengan ketenagakerjaan, karena membuat masa depan pekerja, calon pekerja yang akan memasuki dunia kerja tanpa perlindungan," kata dia.

Meski demikian, Said setuju dengan apa yang disampaikan Presiden Jokowi yaitu mengundang investasi sehingga terbuka lapangan kerja. Namun pihaknya tidak setuju ketika investasi masuk, tidak ada perlindungan bagi kaum buruh.

Baca Juga: Pemprov Jabar Tagih Janji Pemerintah Pusat Soal Tahura Djuanda

Sementara terkait BPJS kesehatan, dia menilai seharusnya pemerintah mempertimbangkan lebih dahulu sebelum menaikkan iurannya. Ia mengatakan pihaknya akan menggelar demo yang lebih besar jika tuntutan membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan tidak dilaksanakan.

"Tentang BPJS kelas 3, kami hanya satu, sudah ada komitmen dengan DPR. Kenapa itu dibohongi, harusnya kelas 3 tidak naik," kata Said.

Sementara itu, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menegaskan DPR akan mengajak serta elemen buruh saat membahas Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.

Baca Juga: Petani Diminta Belajar Bahasa Mandarin, Peluang Ekspor ke Tiongkok Tinggi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat