kievskiy.org

Naikkan Iuran BPJS Pada 2021, Pemerintah Dinilai Tak Punya Empati

ILUSTRASI Iuran BPJS Kesehatan batal naik.*
ILUSTRASI Iuran BPJS Kesehatan batal naik.* /ARMIN ABDUL JABBAR/PR

PIKIRAN RAKYAT - Langkah pemerintah menaikkan kembali iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan setelah sebelumnya diurungkan disebut menambah beban masyarakat. Apalagi di tengah pandemi yang dampaknya tidak hanya pada kesehatan tapi juga ekonomi.

Menurut anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Saleh Partaonan Daulay melalui langkah ini pemerintah menunjukkan nihilnya empati pemerintah kepada masyarakat. Ini bukan waktu yang tepat untuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan mengingat saat ini banyak masyarakat yang tengah menghadapi kondisi sulit.

"Saya melihat bahwa pemerintah tidak memiliki empati kepada masyarakat. Masyarakat dimana-mana lagi kesulitan. Dipastikan banyak yang tidak sanggup untuk membayar iuran tersebut," kata Saleh, Rabu 13 Mei 2020.

Baca Juga: Cetar Ramadhan 1441 H Edisi 21: Meraih Ridho Allah dari Istighfar

Pria yang juga menjabat Ketua DPP PAN itu pun menilai kebijakan pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan terkesan tidak mematuhi putusan Mahkamah Agung yang membatalkan Perpres Nomor 75 Tahun 2019 yang menaikkan iuran BPJS Kesehatan sebelumnya. Meski demikian dia menduga langkah ini sudah akan dilakukan pemerintah.

"Sejak awal, saya menduga pemerintah akan berselancar. Putusan MA akan dilawan dengan menerbitkan aturan baru. Mengeluarkan perpres baru tentu jauh lebih mudah dibandingkan melaksanakan putusan MA," ucap Saleh.

Dalam Perpres Kenaikan BPJS Kesehatan diatur bahwa kenaikan iuran untuk Kelas I dan II mulai berlaku pada Juli 2020. Sementara tarif baru iuran Kelas III berlaku 2021. Saleh menduga pemerintah sengaja menaikkan iuran BPJS Kesehatan per 1 Juli 2020 agar seolah pemerintah melaksanakan putusan MA yang mengembalikan besaran iuran BPJS Kesehatan ke nominal sebelumnya yaitu Kelas I sebesar Rp 80 ribu, Kelas II sebesar Rp 51 ribu, dan Kelas III sebesar Rp 25,500.

Baca Juga: LNG Sumber Energi yang Terus Ditingkatkan, KIMA Industri Pertama di Makasar yang Memanfaatkannya

"Artinya, pemerintah mematuhi putusan MA itu hanya 3 bulan, yaitu April, Mei, dan Juni. Setelah itu, iuran dinaikkan lagi," ucap dia.

Pandangan serupa disampaikan Partai Gerindra. Melalui Wakil Ketua Umum Gerindra Arief Poyuono, keputusan Presiden Jokowi menaikkan kembali tarif BPJS Kesehatan akan kian menyusahkan rakyat yang telah lebih dulu terpukul wabah virus corona (Covid-19).

“Kondisi ekonomi keluarga kelas menengah dan bawah sudah ambruk akibat banyak PHK di sektor pekerjaan formal akibat wabah. Selain itu tak sedikit pula usaha kecil menengah yang tutup karena tidak mampu bayar angsuran bank,” ucap dia.

Baca Juga: Perkuat Lini Tengahnya, Manchester United Bidik 3 Pemain Sekaligus Termasuk Jadon Sancho

Poyuono menambahkan Perpres Kenaikan BPJS Kesehatan terbit pada masa yang tidak tepat. Harusnya, perpres tersebut diterbitkan pada saat keadaan ekonomi dan sosial sudah normal. Dia lantas menyoroti kebijakan Jokowi menerbitkan Perppu tentang penanganan dampak Covid-19 (Perppu Corona) yang kemarin telah disahkan menjadi UU.

“Kenapa Perppu tersebut tak dimanfaatkan untuk menyuntik anggaran BPJS Kesehatan. Padahal itu yang paling penting karena pandemi Covid kan kuat sekali hubungannya dengan kesehatan masyarakat. Kok, Perppu malah untuk menalangi bank-bank dan pengusaha," kata dia.

Sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan untuk kembali mengerek iuran BPJS Kesehatan. Kenaikan tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Dalam beleid yang ditandatangani Jokowi 5 Mei lalu tersebut, kenaikan dilakukan dengan persentase dan waktu pemberlakuan yang berbeda. Untuk peserta mandiri kelas kelas III iuran naik dari Rp25.500 per orang per bulan menjadi Rp35 ribu. Kenaikan iuran diberlakukan mulai 2021 mendatang.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat