PIKIRAN RAKYAT - Di awal mencuatnya kabar kematian Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Eks Kabais TNI Laksamana Purn Soleman B Ponto ragu dengan narasi yang menyebutkan tembak-menembak.
Hingga kasus sampai di tahap persidangan, Ponto masih mengikuti jalannya kasus tersebut. Ponto merasakan kejanggalan para ajudan Ferdy Sambo yang mengaku tidak mengetahui peristiwa yang terjadi meski mendengar 12 suara tembakan.
“12, dor dor dor dor dor. Dia dengar, terus dia tidak mencari, gak masuk akal. Dia tidak budeg, dia denger kan dia ditanya denger? (dijawab) Denger. Bukan mencari sumber suara,” ujar Ponto dalam kanal YouTube Irma Hutabarat – Horas Inang.
Menurutnya, sebagai seorang polisi seharusnya mendengar satu tembakan saja harus dicari sumber suaranya, apalagi 12 di rumah bos sendiri.
Baca Juga: Draf Final RKUPH: Pasal Penghinaan Presiden Diubah, Tidak Dihapus
Masih kata Ponto, sebagai seorang ajudan, ketika mendengar tembakan seharusnya mengeluarkan pistol dan mencari tahu kondisi yang terjadi. Hal itu harus dilakukan karena bisa saja serangan itu terjadi pada bosnya.
“Jadi kalau dia bilang cuma denger nggak tahu itu rasa-rasanya juga kok gak masuk akal atau salah pilih (ajudan). Itu ada berapa coba ajudan, termasuk sopir, polisi kan sopirnya. Naluri polisi, bunyi suara itu dia harus cari. Ini di rumah bos,” tuturnya.
Jika ia menjadi hakim, Ponto akan langsung menyatakan bahwa ajudan Ferdy Sambo berbohong. Sedangkan, pengakuan ajudan yang mendengar suara tembakan lalu mengambil pistol dan hanya diam dinilainya sebagai hal yang janggal.
“Harusnya ambil ini (pistol) dia akan berlari ke mana sumber suara, itu doktrin. Dia akan cari apalagi dia sudah menarik pistol berarti wah ini ada orang yang menembak atau terjadi tembak-menembak 12 kali,” ucapnya.