kievskiy.org

MK Tolak Gugatan Soal UU Cipta Kerja, Buruh Kecewa

Ilustrasi putusan Mahkamah Konstitusi.
Ilustrasi putusan Mahkamah Konstitusi. /Antara/Muhammad Adimaja

PIKIRAN RAKYAT - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji formil terhadap Undang-undang Cipta Kerja Nomor 6 Tahun 2023. MK pun akan melanjutkan dengan pengujian materiil UU Nomor 6/2023, sesuai permohonan dari salah satu pemohon.

"Amar putusan, mengadili, dalam provisi, menyatakan untuk melanjutkan pemeriksaan pengujian materiil dalam perkara a quo. Dalam pokok permohonan pengujian formil, menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Majelis Hakim Anwar Usman, dalam sidang pleno pembacaan putusan di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat Jakarta, Senin, 2 Oktober 2023, yang juga ditayangkan secara langsung di kanal Youtube MK.

Pengujian formil UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang, telah dilakukan dalam rentang waktu cukup panjang. Gabungan beberapa serikat pekerja sudah mengajukan permohonan sejak 6 April 2023.

Permohonan perkara Nomor 40/PUU-XXI/2023 ini diajukan oleh 121 Pemohon yang terdiri atas 10 serikat pekerja dan 111 orang pekerja. Para Pemohon dari serikat pekerja, di antaranya Federasi Serikat Pekerja Kimia, Energi, dan Pertambangan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP KEP SPSI); Persatuan Pegawai Indonesia Power (PP IP); Federasi Serikat Pekerja Indonesia (FSPI), Ketua Federasi Serikat Pekerja Tekstil Sandang dan Kulit – Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP TSK SPSI), dkk.

Baca Juga: Panik Digerebek saat Pesta Sabu, Pria di Sumut Terjun ke Sungai lalu Tewas Tenggelam

Namun, secara total, ada 5 permohonan yang mengajukan pengujian formil UU Nomor 6/2023 itu. Sidang putusan atas kelima permohonan itu dilakukan secara bersamaan dan semua permohonan pengujian formil ditolak MK.

Dalam pertimbangannya, MK menilai dalil pemohon yang menyatakan bahwa proses penyusunan UU 6/2023 tidak sesuai dengan ketentuan pembentukan peraturan perundang-undangan, tidak beralasan menurut hukum. Selain itu, dalil yang menyatakan bahwa UU 6/2023 tidak memenuhi syarat kegentingan yang memaksa, juga tidak beralasan menurut hukum.

Dalam bagian pertimbagan untuk putusan permohonan yang lain, MK juga menilai tentang pendapat pemohon yang menyatakan proses pembuatan perppu otoriter dan menunjukkan executive-heavy. Menurut pertimbangan MK, meskipun perppu merupakan bagian dari kewenangan presiden (eksekutif), namun itu harus diajukan kepada DPR (legislatif).

Baca Juga: Menilik Penyebab Perundungan Peserta Didik, 3 Kesalahan yang Jadi Pemicu

Perppu disahkan melalui hasil penilaian objektif Presiden dan disetujui oleh DPR. Oleh karena itu, model legislasi dalam pembentukan perppu menjadi UU masih dalam lingkup kekuasaan membentuk UU, yaitu DPR.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat