PIKIRAN RAKYAT – Terdapat tiga opsi terkait dengan kesalahan pengetikan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Hal itu disampaikan pakar hukum tata negara Universitas Muslim Indonesia Makassar Fahri Bachmid, melalui keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis, 5 November 2020.
Dia pun mengatakan bahwa pembahasan serta pembentukan Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja, sejak awal dilakukan secara terburu-buru.
Baca Juga: Sering Dibuat Bingung, Inilah Perbedaan Kandungan AHA dan BHA dalam Skincare
“Memang sejak semula, pembahasan serta pembentukan UU Cipta Kerja ini secara terburu-buru, tidak sistematis,” ujar Fahri Bachmid, dikutip Pikiran-Rakyat.com dari Antara.
“Serta kurangnya partisipatoris dengan melibatkan sebanyak mungkin stakeholders yang ada dari Undang-Undang existing sebanyak 78 UU,” tuturnya menambahkan.
Pelibatan pemangku kepentingan sebanyak mungkin, dilakukan agar pembahasan secara optimal, teliti, cermat, dan hati-hati.
Baca Juga: Situasi Semakin Panas, Ahli Sebut Pilpres AS 2020 Mirip dengan Pilpres Indonesia 2019
Sehingga, kesalahan teknis yang sifatnya administratif maupun substansial, dapat dideteksi serta diantisipasi sejak dini untuk diperbaiki.