kievskiy.org

'Surat Kesanggupan' Resahkan Pesantren, Ridwan Kamil Didesak Revisi Kepgub

PARA santri antre di pos pemeriksaan kesehatan Pesantren Idrisiyyah di Kampung Pagendingan, Desa Jatihurip, Kecamatan Cisayong, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Rabu, 10 Juni 2020. Santri yang kembali ke pesantren diperiksa kondisi kesehatan serta diwajibkan membawa surat keterangan bebas COVID-19 dari lingkungan tempat tinggal masing-masing sebelum masuk ke lingkungan pesantren.*
PARA santri antre di pos pemeriksaan kesehatan Pesantren Idrisiyyah di Kampung Pagendingan, Desa Jatihurip, Kecamatan Cisayong, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Rabu, 10 Juni 2020. Santri yang kembali ke pesantren diperiksa kondisi kesehatan serta diwajibkan membawa surat keterangan bebas COVID-19 dari lingkungan tempat tinggal masing-masing sebelum masuk ke lingkungan pesantren.* / ANTARA FOTO/Adeng Bustomi ANTARA FOTO

PIKIRAN RAKYAT - Wakil Ketua Komisi V DPRD Jawa Barat Abdul Hadi Wijaya mendesak Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil merevisi Keputusan Gubernur tentang Protokol Kesehatan untuk Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 di Lingkungan Pondok Pesantren.

Secara rinci, menurut dia, revisi dibutuhkan untuk menghapus butir 3 "Surat Pernyataan Kesanggupan" dalam.

Abdul Hadi menilai, butir 3 dalam surat tersebut tidak memenuhi aspek hukum sekaligus membuat resah pondok pesantren.

Baca Juga: Lama Sendiri, Yuni Shara Akui Takut Pikirkan Pernikahan Gara-gara Drama Korea

Menurut dia, butir 3 surat pernyataan kesanggupan tersebut tidak bermakna apa-apa.

Butir 3 berbunyi bahwa pihak pondok pesantren bersedia dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan apabila terbukti melanggar protokol kesehatan penanganan Covid-19.

Politisi PKS tersebut mengatakan, siapapun yang melanggar protokol kesehatan memang dapat dikenakan sanksi sesuai UU.

Baca Juga: Presiden: Langkah Penanganan Covid-19 Harus Cepat, Tepat, dan Akuntabel

Oleh karena itu, tanpa menjelaskannya dalam surat pernyataa pun, hal tersebut secara otomatis berlaku semua kapangan, termasuk pesantren.

"Justru menimbulkan keresahan karena mempersepsikan warga pesantren tidak taat hukum," kata Hadi kepada  Pikiran Rakyat, Senin, 15 Juni 2020.

Selain itu, Hadi juga mempertanyakan apakah contoh surat pernyataan kesanggupan tersebut diberlakukan untuk seluruh kegiatan atau hanya pesantren.

Baca Juga: Tompi Geram, Semprot YouTuber yang Rendahkan Profesi Dokter dan Tuduh Via Vallen Operasi Plastik

Apabila hanya pesantren, maka kebijakan tersebut merupakan bentuk diskriminatif.

Hal itu karena kegiatan lain seperti perkantoran, perdagangan, mall, tempat wisata, dan lain-lain juga memiliki potensi yang sama terjadi pelanggaran protokol kesehatan.

"Gubernur harus bersikap adil, tidak boleh hanya pesantren saja yang dikenakan perintah untuk membuat Surat Pernyataan Kesanggupan, melainkan juga kegiatan-kegiatan lainnya," ucap Hadi.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat