kievskiy.org

Satuan Pendidikan di Zona Kuning Boleh Belajar Tatap Muka, Kurikulum Darurat Diterbitkan

Semumlah murid SD Sumber Kilon 1, Desa Sumber Kulon, Kecamatan Jatitujuh, Kabupaten Majalengka tengah melakukan kegiatan belajar mengajar secara tatap muka di ruang kelas, Senin (3/8/2020). Pembelajaran dilakukan dngan protokol kesehatan, semua murid mengenakan amsker, jarak duduk satu meter dan tersedia tempat cuci tangan. Ini dilakukan atas dorongan orang tua dan murid.*
Semumlah murid SD Sumber Kilon 1, Desa Sumber Kulon, Kecamatan Jatitujuh, Kabupaten Majalengka tengah melakukan kegiatan belajar mengajar secara tatap muka di ruang kelas, Senin (3/8/2020). Pembelajaran dilakukan dngan protokol kesehatan, semua murid mengenakan amsker, jarak duduk satu meter dan tersedia tempat cuci tangan. Ini dilakukan atas dorongan orang tua dan murid.* /Kabar Cirebon/Tati Purnawati Kabar Cirebon/Tati Purnawati

PIKIRAN RAKYAT - Pemerintah melalui empat kementerian mengeluarkan kebijakan baru terkait pembelajaran di masa pandemi. Ada dua kebijakan, yakni perluasan pembelajaran tatap muka bagi satuan pendidikan di zona kuning dan diterbitkannya kurikulum darurat terkait dengan adanya pandemi virus corona.

Diperbolehkannya satuan pendidikan di zona kuning melakukan pembelajaran tatap muka sekaligus merevisi ketentuan yang terdapat dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kesehatan tentang Panduan Pembelajaran di Masa Covid-19 yang terbit 15 Juni lalu. Dalam SKB tersebut, hanya satuan pendidikan yang berada di zona hijau diperbolehkan belajar secara tatap muka.

Baca Juga: Peringatan Laut China Selatan: Tiongkok Pamer Rudal yang Dapat Tenggelamkan Kapal AS

Perluasan ketentuan pembelajaran secara tatap muka yang baru ini diumumkan oleh Mendikbud Nadiem Makarim, Kamis, 7 Agustsus 2020. Menurutnya, sebanyak 43% satuan pendidikan berada di zona hijau dan zona kuning. Mayoritas berada di daerah terdepan, terluar dan tertinggal (3T).

Kelonggaran bagi satuan pendidikan di zona kuning melakukan pembelajaran tatap muka ini dikatakannya bukan sebuah paksaan. Sama seperti ketentuan yang tercantum di SKB sebelumnya, pembelajaran tatap muka itu dilakukan dengan keterlibatan serta persetujuan berbagai pihak, mulai dari pemerintah daerah, pemangku kepentingan di sekolah, dan orang tua siswa.

Baca Juga: Membeli Sandal karena Disuruh Suami, Istri Kaget Dapati Suami Tewas Tergantung Ketika Kembali

"Mohon dipahami, dengan adanya SKB revisi ini, bagi di zona kuning dan zona hijau itu diperbolehkan. Tapi biar diperbolehkan, kalau pemda dan kadisnya atau kanwil belum siap, mereka tidak harus mulai pembelajaran tatap muka. Kalau pun pemda atau kadisnya menentukan siap, masing-masing kepala sekolah dan komite sekolah boleh memutuskan bahwa di sekolah tersebut belum siap melakukan pembelajaran tata muka. Dan satu level lagi, bahkan kalau sekolahnya pun mulai melakukan tatap muka, kalau orang tua tidak memperkenankan, itu ada hak prerogratif orang tua. Jadi ini yang harus ditekankan," tuturnya.

Pembelajaran tatap muka di zona kuning juga dikatakannya tidak sekaligus. Namun melalui tahapan sebagaimana yang telah dicantumkan di dalam SKB sebelumnya.

Baca Juga: Hidup Tanpa Uang Usai Ledakan, Warga Beirut Menjerit Minta Bantuan Dunia

"Untuk zona hijau dan kuning, pembelajaran tatap muka dilakukan untuk tahap SMA, SMK, SMP dan SD. Untuk PAUD hanya bisa dilakukan 2 bulan setelah dilakukannya implementasi tatap muka tersebut. Kami memilih untuk menunda PAUD karena protokol kesehatan di level PAUD risikonya lebih sulit dilaksanakan dengan anak umur TK," tuturnya

Adapun untuk madrasah dan sekolah berasrama di zona kuning dan hijau, pembukaan dilakukan bertahap. "Kami lebih hati-hati. Ada masa transisi untuk dua bulan pertama, baru kami akan melakukan implementasi kebiasaan baru. Ini adalah untuk madrasah dan sekolah berasrama," tuturnya.

Ia menambahkan, satuan pendidikan di zona kuning harus memenuhi beberapa syarat untuk bisa melakukan pembelajaran tatap muka, seperti memenuhi daftar periksa yang berisi standar protokol kesehatan. Satuan pendidikan yang buka harus menyediakan fasilitas sarana kebersihan dan sanitasi, mampu mengakses fasilitas layanan kesehatan, kesiapan menerapkan area wajib masker, memiliki thermogun, pemetaan warga satuan pendidikan yang tidak boleh melakukan kegiatan di lingkungan satuan pendidikan, dan adanya kesepakatan bersama dengan komite sekolah untuk pembelajaran tatap muka.

Baca Juga: 2.000 Hewan Kurban Disalurkan Mandiri Syariah Bersama Nasabah hingga ke Pelosok Negeri

Kurikulum darurat

Perihal kurikulum darurat tercantum dalam  Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 719/P/2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Kurikulum pada Satuan Pendidikan dalam Kondisi Khusus. Nadiem Makarim mengatakan, satuan pendidikan dalam kondisi khusus dapat menggunakan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran peserta didik.

Diberikan fleksibilitas bagi satuan pendidikan pada kondisi khusus untuk menentukan kurikulumnya. Ada tiga opsi berdasarkan Kepmen tersebut, yakni pelaksanaan pembelajaran dapat 1) tetap mengacu pada Kurikulum Nasional; 2) menggunakan kurikulum darurat; atau 3) melakukan penyederhanaan kurikulum secara mandiri.

“Semua jenjang pendidikan pada kondisi khusus dapat memilih dari tiga opsi kurikulum tersebut,” kata Nadiem.

Khusus kurikulum darurat, Nadiem mengatakan, pada dasarnya merupakan penyederhanaan dari kurikulum nasional. Pada kurikulum tersebut dilakukan pengurangan kompetensi dasar untuk setiap mata pelajaran sehingga guru dan siswa dapat berfokus pada kompetensi esensial dan kompetensi prasyarat untuk kelanjutan pembelajaran di tingkat selanjutnya.

Baca Juga: Jabar Jamin Verifikasi Ketat Sekolah Tatap Muka di Zona Hijau

Nadiem menambahkan, Kemendikbud juga menyediakan modul-modul pembelajaran untuk PAUD dan SD yang diharapkan dapat membantu proses belajar dari rumah dengan mencakup uraian pembelajaran berbasis aktivitas untuk guru, orang tua, dan peserta didik. “Dari opsi kurikulum yang dipilih, catatannya adalah siswa tidak dibebani tuntutan menuntaskan seluruh capaian kurikulum untuk kenaikan kelas maupun kelulusan, dan pelaksanaan kurikulum berlaku sampai akhir tahun ajaran,” ujar Nadiem.

Modul belajar PAUD dijalankan dengan prinsip “Bermain adalah Belajar”. Sementara untuk jenjang pendidikan SD, modul belajar mencakup rencana pembelajaran yang mudah dilakukan secara mandiri oleh pendamping, baik orang tua maupun wali. “Modul tersebut diharapkan akan mempermudah guru untuk memfasilitasi dan memantau pembelajaran siswa di rumah dan membantu orang tua dalam mendapatkan tips dan strategi dalam mendampingi anak belajar dari rumah,” kata Nadiem.

Baca Juga: Pasien Sembuh Bertambah 242 Orang dalam Sehari, Berikut Update Kasus Corona Jawa Tengah

Asesmen

Untuk membantu siswa yang terdampak pandemi dan berpotensi tertinggal, Nadiem mengimbau guru perlu melakukan asesmen diagnostik. Asesmen dilakukan di semua kelas secara berkala untuk mendiagnosis kondisi kognitif dan non-kognitif siswa sebagai dampak pembelajaran jarak jauh.

Asesmen non-kognitif ditujukan untuk mengukur aspek psikologis dan kondisi emosional siswa, seperti kesejahteraan psikologi dan sosial emosi siswa, kesenangan siswa selama belajar dari rumah, serta kondisi keluarga siswa.

"Asesmen kognitif ditujukan untuk menguji kemampuan dan capaian pembelajaran siswa. Hasil asesmen digunakan sebagai dasar pemilihan strategi pembelajaran dan pemberian remedial atau pelajaran tambahan untuk peserta didik yang paling tertinggal," katanya.

Ia menambahkan, ada relaksasi peraturan juga untuk guru dalam mendukung kesuksesan pembelajaran di masa pandemi Covid-19. Guru tidak lagi diharuskan untuk memenuhi beban kerja 24 jam tatap muka dalam satu minggu. "Sehingga guru dapat fokus memberikan pelajaran interaktif kepada siswa tanpa perlu mengejar pemenuhan jam,” katanya.

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan, Presiden Joko Widodo mengarahkan supaya ada kelonggaran atau relaksasi di dalam kegiatan belajar tatap muka dengan banyak pertimbangan. Kelonggaran itu utamanya didasari oleh banyaknya keluhan mengenai PJJ. Ia tidak menampik, banyak hal yang memang harus dibenahi dalam PJJ.

"Akan tetapi saya ingatkan, seperti yang disampaikan oleh Bapak Presiden, ketika kita berani mengambil risiko untuk melaksanakan kegiatan belajar langsung di sekolah, di madrasah, maka kita juga harus super hati-hati meningkatkan kewaspadaan setinggi mungkin agar keselamatan dari para siswa, guru, dan juga pihak terkait, betul-betul terjamin," ujar Muhadjir.***

 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat