PIKIRAN RAKYAT - Krisis minyak goreng telah berlangsung enam bulan. Meski pasokan kini melimpah, tidak ada yang tahu, apakah ini akhir dari krisis atau bukan? Musababnya, keberadaan minyak goreng saat ini tidak memenuhi rasa keadilan masyarakat.
Isu minyak goreng sejak awal 2022 hingga saat ini sepertinya masih menjadi bahan pembicaraan tidak pernah habis.
Masyarakat banyak yang tidak puas dengan kebijakan pemerintah dalam mengatur komoditas itu. Pemerintah yang semula dinilai pro rakyat malah berbalik menjadi pro pengusaha.
Mengapa ada penilaian seperti itu? Hal tersebut kiranya tidak lepas dari kedudukan minyak goreng sebagai salah satu dari bahan pokok yang selalu dibutuhkan masyarakat.
Baca Juga: Zaman Segala Mahal Sudah Tiba, Beban Berat Kaum Murba
Baca Juga: Simak 7 Perbedaan Minyak Kelapa dan Minyak Sawit
Dengan kedudukan itu, harga minyak goreng harus terjangkau. Komoditas lain yang masuk dalam sembilan bahan pokok adalah beras, gula pasir, daging sapi dan daging ayam, telur ayam, susu, bawang merah dan bawang putih, gas elpiji dan minyak tanah, serta garam.
Pemerintah mengakui telah kalah dari mafia. Kementerian terkait tidak mampu mengendalikan ketersediaan minyak goreng sehingga mencabut aturan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng kemasan dan mengembalikan penentuan harga kepada pasar.
”Negara saja kalah dari mafia, bagaimana dengan masyarakat?” kata Ketua Asosiasi Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Jawa Barat (BPSK Jabar) Firman Turmantara Endipradja, Rabu 23 Maret 2022.