PIKIRAN RAKYAT – Pewarna karmin yang berasal dari serangga cochineal diperbincangkan usai Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBMNU) Jatim melarang pemakaiannya.
Menurut Katib Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jatim, KH Romadlon Chotib, produk dengan kode E-120 yang mengindikasikan karmin harus dihindari.
Namun keputusan ini berbeda dengan fatwa MUI yang menghalalkan penggunaan karmin.
Dalam Keputusan Komisi Fatwa MUI Nomor 33 Tahun 2011 disebutkan bahwa cochineal merupakan binatang yang mempunyai banyak persamaan dengan belalang dan darahnya tidak mengalir. Dengan begitu, pewarna makanan dan minuman yang berasal dari cochineal difatwakan halal, sepanjang bermanfaat dan tidak membahayakan.
Dalam ilmu biologi, binatang ini digolongkan serangga karena termasuk kelas insecta, dengan genus Dactylopius, ordo Hemiptera dan species Dactylopius coccus.
Baca Juga: Mengenal Sianida, Bahan Kimia Pembunuh Hama yang dapat Mematikan Jika Masuk ke Dalam Tubuh Manusia
Serangga ini hidup di atas kaktus dan memperoleh nutrisi dari tanaman, bukan dari bahan yang kotor. Hewan ini mempunyai banyak persamaan dengan belalang, termasuk darahnya yang tidak mengalir.
MUI Hormati Keputusan LBMNU Jatim
Meski berbeda pendapat dengan LBMNU Jatim, Ketua MUI Bidang Fatwa Prof KH Asrorun Niam Sholeh menghormasi keputusan tersebut. Dia memandang perbedaan ini sebagai bagian dari istijhad.
“Pada hakikatnya MUI dan LBM NU memiliki kesamaan perspektif dan pandangan dalam penetapan fatwa keagamaan, khususnya masalah ibadah dan pangan, yakni dengan menggunakan pendekatan ihtiyath atau kehati-hatian, dan sedapat mungkin keluar dari perbedaan fikih," katanya.
Baca Juga: Antisipasi Peningkatan Kasus DBD