kievskiy.org

Masihkah Relevan PPDB Sistem Zonasi?

Ilustrasi. Metoda zonasi adalah metoda salah urus yang menjungkirbalikkan proses persaingan terbuka dan merampas kebebasan anak untuk memilih sekolah.
Ilustrasi. Metoda zonasi adalah metoda salah urus yang menjungkirbalikkan proses persaingan terbuka dan merampas kebebasan anak untuk memilih sekolah. /Antara/M Agung Rajasa

PIKIRAN RAKYAT - Nadiem Makarim, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan melakukan terobosan baru dengan merubah komposisi kuota PPDB, di samping membuat perubahan pada dua hal; Pertama, mulai 2020 Ujian Berstandar Nasional (USBN) akan diganti dengan ujian yang diselenggarakan hanya oleh sekolah. Kedua, pada tahun 2021 Ujian Nasional (UN) diganti dengan asesmen kompetensi minimum (AKM) dan survey karakter.

Lazimnya menjelang ajaran baru, PPDB selalu menjadi sorotan public, karena masih saja terjadi distorsi—baik dari sisi perangkat, terjadi blank spot—maupun sosialisasi dan informasi yang belum maksimal—bahkan jika dilihat dari sudut kepentingan sekolah swasta juga terkadang sekolah negeri tidak memberikan ruang bagi sekolah swasta untuk ‘berbagi’ peserta didik baru.

Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dari tahun ke tahun selalu menjadi isu penting pada setiap menjelang tahun ajaran baru. Tetapi masih saja menyisakan permasalahan-permasalahan yang muncul.

Padahal idealnya dengan munculnya keputusan kebijakan pemerintah paling tidak mengeliminir dua hal; kemajuan di tengah masyarakat yang sedemikian cepat dan ekspektasi di bidang Pendidikan juga sedemikian tinggi—di bidang Pendidikan—di sini esensi hadirnya kebijakan dalam konteks tersebut.

Baca Juga: Soroti Alasan Raden Brotoseno Tidak Dipecat, Melanie Subono Sindir Suami Tata Janeeta

Selama pemerintahan Presiden Joko Widodo (dari tahun 2014 sampai sekarang) ada sekitar 7 (tujuh) peraturan tingkat kementerian terkait penerimaan peserta didik baru.

Memasuki tahun ajaran baru 2022/2023 pada penerimaan siswa baru tetap menggunakan sistem zonasi.

Sistem ini mulai diterapkan sejak tahun ajaran 2018/2019 dan banyak diperbincangkan masyarakat luas serta menuai pro dan kontra karena dinilai membatasi kemerdekaan siswa dengan nilai tinggi untuk mendapatkan sekolah favorit.

Di sisi lain, pemerintah—dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan—merancang kebijakan ini untuk menciptakan pemerataan pendidikan dan meniadakan konsep sekolah favorit—karena pada dasarnya sekolah favorit dan bermutu adalah hak semua warga Negara dengan tidak menciptakan kastanisasi—sebagaimana dihapuskannya sekolah berstandar internasional (SBI) dulu. Sebagai wujud amanat Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat