kievskiy.org

Indonesia Lepas dari Kolonialisme, Masuk Jerat Kebergantungan demi Kepentingan Pribadi

Kerbau membajak sawah, salah satu pemandangan yang kerap diidentikkan dengan negara agraris di Asia termasuk Indonesia.
Kerbau membajak sawah, salah satu pemandangan yang kerap diidentikkan dengan negara agraris di Asia termasuk Indonesia. /Pixabay/Sasin Tipchai

PIKIRAN RAKYAT – Entah seperti apa orang memaknai kepahlawanan pada zaman seperti ini. Tidak sedikit yang mengartikan pahlawan sebatas pelaku perjuangan fisik. Barang kali, ingatan seperti mengacu pada kesepakatan berkaitan dengan pertempuran mempertahankan kemerdekaan yang terjadi di Surabaya.

Pelakunya, pencinta tanah air yang semangatnya sangat terpanggil sehingga pilihannya pun sangat tegas, merdeka atau mati. Kemerdekaan mesti direbut dan dipertahankan.

Semangat seperti itu pulalah yang merupakan salah satu bagian terpenting yang menjadi pendorong tegaknya kemerdekaan serta kedaulatan. Namun, seiring berlalunya waktu, makna kepahlawanan terkesan makin pudar, bahkan mungkin tidak lagi menjadi anutan.

Para pahlawan pada masa lalu tidak mengharap namanya akan diterakan dalam buku sejarah atau bahkan catatan kenegaraan sekalipun. Mereka rela mengorbankan harta dan nyawa demi tegaknya kemerdekaan bangsa dan negara.

Hal yang muncul belakangan justru sebaliknya, rela mengorbankan negara demi kepentingan pribadi atau kelompok.

Kalau membaca kembali jejak-jejak sejarah, bangsa ini telah mengalami perjalanan yang cukup unik. Berdirinya Boedi Oetomo serta terselenggaranya Kongres Pemuda I dan II, dilatarbelakangi semangat keindonesiaan yang kental dan padu. Tujuannya, terbentuknya Indonesia sebagai bangsa dan negara yang merdeka dan berdaulat.

Mereka yang menjadi penggagas dan penggeraknya adalah sekelompok kaum terpelajar. Bisa dipastikan jumlah mereka tidak banyak. Namun, mereka merasa bersama didorong cita-cita atau idealisme yang sama.

Indonesia yang merdeka dan berdaulat mesti diwujudkan. Tanpa itu tidak ada pilihan lain yang akan mampu meningkatkan derajat bangsanya.

Ingatan seperti itu saat ini tampaknya sudah hilang-hilang timbul. Pada masa lalu, muncul banyak kritik bahwa pembacaan terhadap sejarah kita baru sebatas hafalan. Hal yang diingat hanya nama pelaku peristiwa serta kapan peristiwa itu terjadi. Padahal, sejarah bukan sebatas itu. Namun saat ini, hafalan pun sudah ditinggalkan.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat