kievskiy.org

Misteri Rekomendasi Partai

PEMILU 2019.*/ANTARA
PEMILU 2019.*/ANTARA

PIKIRAN RAKYAT - Jodo, pati, bagja, cilaka telah diterima sebagai misteri hidup. Namun dalam kamus hidup para “bakal kandidat” kepala daerah, daftar misteri tersebut bertambah dengan “rekomendasi partai”. Layaknya “jodo” dalam hubungan percintaan, “rekomendasi partai” menentukan laju bakal kandidat.

Melaju atau tidak dalam kontestasi, sepenuhnya bergantung rekomendasi partai. Dan, seperti halnya jodo, rekomendasi partai pun misterius. Siapa yang direstui dan direkomendasi partai, bergantung kepada kehendak petinggi (baca: ketua umum) partai, yang dibungkus rapi dalam apa yang disebut sebagai mekanisme partai.

Rekomendasi partai menjadi salah satu “bottleneck” dalam pemilihan umum di tanah air. Kemacetan transmisi aspirasi publik ini terjadi dalam semua level pemilihan. Siapa yang akan dimajukan partai sebagai kandidat presiden, gubernur, bupati/wali kota tetap menjadi misteri meski keran partisipasi publik telah kian terbuka.

Baca Juga: Kemendikbud Jaring 2.800 Guru Penggerak pada Tahun Ini, Berikut Sejumlah Tahapan Serta Waktunya

Meski proses “penjaringan” bakal calon terbuka untuk umum, namun keputusan akhir tetap menjadi wilayah tertutup. Warga bisa mendaftar ke partai mana pun, dan partai meresponnya dengan membentuk tim uji kepatutan dan kelayakan, namun keputusan akhir tetap tak bisa diakses publik. Beberapa partai menjaring bakal calon dengan melakukan survey elektabilitas, namun hasil survey pun hanya menjadi salah satu bahan pertimbangan.

Entah mana yang menjadi sebab, dan mana pula yang menjadi akibat, yang pasti keduanya bertemali menciptakan habitat demokrasi semu. Turunnya rekomendasi partai “yang entah jatuh kepada siapa” tidak mendorong kandidat meniti karier sebagai kader. Banyak kader menempuh jalan pintas (shortcut) untuk popular, karena popularitas diyakini sebagai kunci ajaib pembuka pintu rekomendasi.

Namun petinggi partai bisa menjadikan fenomena ini sebagai “dalil” (atau bahkan mungkin “dalih”) untuk mengabaikan popularitas, atau ikhtiar apa pun yang ditunjukkan bakal calon, dan tetap bersikukuh dengan arah keputusan yang akan diambil elit parpol di pusat karena menganggap tidak ada bakal calon yang benar-benar meniti karier sebagai kader genuin.

Baca Juga: Mengenal Google Classroom hingga Cara Menggunakannya, Aplikasi yang Digunakan untuk Belajar Online

Bahkan tak jarang, sikap pimpinan pusat tak sejalan dengan pengurus partai di daerah. Garis partai tidak menyatukan dua cabang pengaruh: pengurus daerah merasa paling tahu aspirasi dan kondisi daerah; namun pengurus pusat merasa memiliki kewenangan penuh untuk menentukan arah partai.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat