kievskiy.org

Yuan Tak Bisa Gantikan Dolar jika China Tidak Mereformasi Sistem Moneternya

Petugas menghitung uang dolar AS di BNI KC Mega Kuningan, Jakarta, Kamis (21/7/2022). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada penutupan perdagangan hari ini melemah ke level Rp15.036 per USD, seiring dengan langkah kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) yang kembali mempertahankan suku bunga acuannya di level 3,50 persen. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/tom.
Petugas menghitung uang dolar AS di BNI KC Mega Kuningan, Jakarta, Kamis (21/7/2022). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada penutupan perdagangan hari ini melemah ke level Rp15.036 per USD, seiring dengan langkah kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) yang kembali mempertahankan suku bunga acuannya di level 3,50 persen. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/tom. /Antara/Rivan Awal Lingga

PIKIRAN RAKYAT - Peran dolar masih cukup signifikan pada masa mendatang, meskipun beberapa negara dan blok dagang mulai meninggalkan dolar sebagai alat pembayaran ekspor-impor (cross border payment). Dominasi dolar sebagai alat pembayaran tentu akan berkurang, tapi peran dolar sebagai "medium of exchange", "unit of account", dan "store of value" masih akan terus mendominasi dalam waktu yang lama.

Dolar masih akan digunakan sebagai alat pembayaran perdagangan di banyak kawasan, terutama karena kemudahan yang disebabkan oleh keberlimpahan likuiditas dolar dan karena peran dolar sebagai "anchor" perdagangan global.

Di sisi lain, dolar masih akan digunakan di banyak lokasi sebagai alat satuan hitung (unit of account) yang sudah diakui sejak lebih dari 50 tahun dan sebagai instrumen lindung nilai yang dianggap sangat stabil sejak dolar dilepaskan dari emas di tahun 1971 oleh Richard Nixon (era berakhirnya perjanjian Bretton Wood).

Dengan kata lain, satuan hitung komoditas global dalam dolar masih membutuhkan waktu lama untuk dibongkar atau digantikan oleh mata uang lain, baik karena kesulitan teknis dalam mengubah perhitungannya, maupun karena kenyamanan perhitungan dalam satuan dolar yang telah dinikmati dunia selama ini.

Baca Juga: BI dan Bank of Korea Jalin Kerja Sama, Sepakat untuk 'Tinggalkan Dolar'

Pun yang tak kalah penting, negara dan pelaku usaha masih akan sangat nyaman menerbitkan surat utang, obligasi, dan sejenisnya, dalam bentuk dolar untuk memenuhi kebutuhan modal, baik reguler maupun emergensi, karena volume dan likuiditas dolar yang masih sangat banyak di dunia akibat "flexible capital account system” yang dianut oleh Amerika Serikat.

Begitu juga dengan surat utang pemerintah Amerika yang masih akan menjadi instrumen investasi dan lindung nilai yang menjanjikan bagi pelaku usaha dan negara-negara, karena masih dianggap sebagai salah satu instrumen paling aman di satu sisi dan paling liquid di sisi lain.

Isu tentang "gagal bayar utang" pemerintah Amerika tidak akan berpengaruh besar terhadap proporsionalitas dan komposisi kepemilikan surat utang pemerintah Amerika ke depan. Pasalnya, isu "debt ceiling" ini bukan yang pertama kali terjadi di tanah Paman Sam, tetapi dolar tetap bisa bertahan sampai hari ini sebagai mata uang global dominan.

Apalagi, sampai hari ini, belum terlihat pengganti mata uang global yang bisa berperan selayaknya dollar. Euro dan Yuan dianggap sebagai alternatif atas dolar. Namun, euro belum seleluasa dolar di pentas global karena peredaranya tidak seluas penggunaan dolar.

Sementara yuan masih terkendala dengan keterbatasan likuiditas karena kebijakan "capital control" yang ketat yang diterapkan oleh Bank Sentral China (PBOC). Selama ini, China masih menolak memberlakukan sistem "flexibel capital account", yang berakibat keterbatasan jumlah yuan yang beredar di pasar global.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat