kievskiy.org

Robohnya Sekolah Kami

Ilustrasi siswa saat mengikuti Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS).
Ilustrasi siswa saat mengikuti Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS). /Antara/Nyoman Hendra Wibowo

PIKIRAN RAKYAT - Dinas Pendidikan Jawa Barat membatalkan 4.791 calon siswa SMA/SMK dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2023. Kepala Disdik Jabar Wahyu Wijaya menegaskan ada beberapa penyebab pembatalan kepesertaan calon siswa tersebut. Misalnya, terkait dokumen Kartu Keluarga (KK) dan titik koordinatnya, nilai rapor, dokumen program penanganan kemiskinan serta ketidaksesuaian dengan dokumen prestasi kejuaraan.

Membaca berita tersebut kita terhenyak, karena implikasinya tidak sederhana. Kita setuju dengan pernyataan Ridwan Kamil bahwa tindakan tersebut diambil untuk memberikan efek jera. Tentu, tujuannya kepada berbagai pihak. Kita paham, kecurangan seperti itu dilakukan oleh banyak pihak. Yang menjadi penyebabnya adalah kebijakan bidang pendidikan yang terkesan rumit, tapi sebenarnya mudah dimanipulasi.

Salah satu contohnya adalah kebijakan tentang zonasi. Manipulasi sudah terjadi sejak awal kebijakan tersebut diberlakukan. Mestinya, mengetahui kebijakannya mudah dimanipulasi pihak Disdik dan Pemprov dengan sigap mengantisipasinya. Harus dicari upaya lain tidak perlu menunggu sampai meledak.

Baca Juga: Kisruh Manipulasi PPDB

Barangkali, para pemangku di bidang kebijakan pendidikan mesti melakukan introspeksi berupaya mencari pola yang lebih sederhana. Misalnya dalam menentukan nilai raport. Pihak Disdik, kepala sekolah dan guru mesti bersepakat dalam satu kata bahwa nilai yang tercantum dalam raport adalah nilai prestasi siswa yang sebenarnya. Kalau nilainya 70, ya tulis saja seperti itu, jangan dimanipulasi.

Memanipulasi nilai raport sebenarnya merupakan penipuan yang berbahaya. Terutama bagi perjalanan siswa yang bersangkutan. Karena sejak awal dia mendapatkan nilai palsu, maka kebiasaan tersebut akan terbawa dalam perjalanan hidup selanjutnya. Segala sesuatu akan dengan mudah dimanipulasi.

Yang juga tidak kurang pentingnya adalah kategori titipan. Pejabat memanfaatkan kekuasaannya untuk menitipkan anak atau keluarganya minta diterima di sekolah tertentu. Proses titipan seperti itu berantai. Ketika sampai ke meja kepala sekolah, timbul dilemma. Jika diterima, nuraninya pasti berkata bahwa tindakannya tidak benar. Tapi, kalau menolak risikonya juga tidak kecil, bisa dimutasi, bahkan jabatan diturunkan. Untuk menghentikan praktik buruk tersebut, bukan semata tergantung pada pihak dinas atau sekolah, melainkan juga berpulang kepada para pejabat itu sendiri.

Baca Juga: Sistem Zonasi, PPDB Rentan Manipulasi Data

Zonasi sebenarnya merupakan kebijakan yang layak diapresiasi jika tujuannya benar-benar untuk pemerataan kualitas pendidikan. Sayang, antisipasinya tidak dilakukan dengan baik. Akhirnya, tujuan yang ideal itu justru menimbulkan akibat yang lebih jelek. Mestinya, sebelum kebijakan zonasi diberlakukan, kebutuhan sarana pendidikan itu sendiri sudah dipersiapkan lebih dulu.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat