kievskiy.org

Antisipasi Kekurangan Daging Sapi Jelang Lebaran Sekaligus Kurangi Ketergantungan Impor

Ilustrasi sapi. Sapi kurban milik Presiden Jokowi yang dibeli dari peternak asal Cianjur.
Ilustrasi sapi. Sapi kurban milik Presiden Jokowi yang dibeli dari peternak asal Cianjur. /Pikiran Rakyat/Muhammad Ginanjar

PIKIRAN RAKYAT - Sejak dibukanya keran impor daging kerbau beku dari India pada tahun 2016, volume impor total daging (sapi dan kerbau) tumbuh pesat yaitu dari 89.687 ton (2016) menjadi 284.566 Ton (2022). Volume impor daging kerbau beku pun meningkat tajam, yaitu 45.192 ton (2016) menjadi 77.515,6 ton (2022). Di sisi lain, telah terjadi penurunan impor sapi bakalan dari 581.925 ekor (2016) menjadi 190.687 ekor (Agustus 2023).

Sesungguhnya dengan dibukanya keran impor daging kerbau beku, dan produk hasil ternak lainnya dari wilayah yang belum bebas PMK, diharapkan mampu menurunkan harga daging di dalam negeri. Namun faktanya, harga daging sapi terus meningkat tak kunjung turun, yaitu Rp65.902,00/kg pada tahun 2011 menjadi Rp120.797,00/kg pada tahun 2023. Selain hal tersebut, malah terjadi penurunan kontribusi produksi daging sapi dalam negeri terhadap konsumsi daging nasional, yang semula 68% pada tahun 2016, menjadi 53% pada tahun 2022.

Jika melihat neraca kebutuhan akan daging sapi yang terus meningkat, sementara kemampuan produksinya yang terus menurun, kondisi ini mengindikasikan bahwa negeri ini menuju kepada kondisi food trap, yaitu ketergantungan impor daging sapi yang semakin melebar. Kondisi yang paling parah terjadi tatkala pandemi Covid-19, wabah PMK dan LSD tahun 2022-2023 sehingga terjadi pengurasan populasi di dalam negeri, sementara importasi daging terus meningkat. Menurut BPS (2023), bahwa penurunan populasi sapi potong terjadi sangat tragis, yaitu dari populasi 18,6 juta ekor pada tahun 2022, menjadi 11,3 juta ekor pada tahun 2023.

Melihat fenomena tersebut, agar tidak terjadi pengurasan populasi sapi di dalam negeri, perlu diantisipasi hal-hal sebagai berikut:

Kendala Birokrasi

Pada beberapa tahun terakhir, pembangunan peternakan dihadapkan pada kebijakan yang tidak kondusif. Kebijakan tersebut menjadi penyebab terjadinya penurunan populasi sapi dan peningkatan importasi daging. Di sisi lain, saat ini pada situasi dan kondisi tahun politik dan dalam waktu dekat kita akan menghadapi Idul Fitri dan Idul Adha yang merupakan pasar besar tahunan bagi peternakan sapi di dalam negeri.

Kendala birokrasi yang terjadi pada tahun ini, terutama terlambatnya realisasi hasil rapat terbatas Kementerian Koordinator Ekonomi dalam merilis kebijakan daging/sapi nasional. Kebijakan ini, biasanya di tetapkan oleh Kementerian Perdagangan pada awal tahun yang akan digunakan sebagai kebijakan dasar bagi ketersediaan daging sapi nasional. Keterlambatan realisasi impor dikhawatirkan akan terjadi depopulasi sapi di dalam negeri yang lebih parah dibandingkan tahun tahun sebelum ini. Pasalnya, daging dan sapi impor sebagai subtitusi tidak mungkin tersedia dalam jangka waktu yang pendek. Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh Satgas Pangan POLRI menyatakan bahwa ketersediaan daging sapi segar sebagai stok indikatif jumlahnya sekitar 88.000-an ton, jumlah ini hanya cukup untuk sekitar dua bulan.

Selain hal tersebut, jika diamati kondisi iklim dan bisnis perdagangan internasional antara Indonesia dan Australia, pada bulan Februari sampai Juni tahun ini, sudah masuk musim penghujan di Australia. Kondisi ini, akan menghambat proses pengiriman/mobilisasi transportasi ternak sapi dari farm ke pelabuhan di Australia. Kenyataan ini memperparah ketersediaan sapi di dalam negeri. Karena jika pun dipaksa untuk melakukan importasi dari Australia, harga sapi hidup akan sangat mahal karena kesulitan logistik dan transportasi.

Berdasarkan pengalaman masa lalu, diduga akan terjadi pengurasan populasi yang sangat tajam. Yaitu, pemotongan betina produktif yang harganya jauh lebih murah di bandingkan dengan sapi-sapi jantan. Pada tahun 2013, pemotongan sapi betina produktif mencapai sekitar 31%. Jika tidak segera diantisipasi, kemungkinan besar pemotongan sapi betina produktif akan berulang kembali, secara masif.

Antisipasi Pasokan

Dalam situasi dan kondisi lambatnya birokrasi pemerintah saat ini, dan menghadapi kondisi iklim (musim hujan di Australia) dan Idul Fitri/Idul Adha, perlu segera diantisipasi pasokan daging sapi jelang lebaran mendatang. Karena momentumnya hanya tinggal beberapa bulan saja. Jika momentum ini terlewatkan, maka dampak negatifnya akan terjadi kelangkaan ketersediaan daging sapi di dalam negeri, khususnya di Jawa Barat.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat