kievskiy.org

Politik Kekuasaan dalam Pendidikan: Problem Domestifikasi dan Stupidikasi

Ilustrasi pendidikan.
Ilustrasi pendidikan. /Pixabay/geralt

PIKIRAN RAKYAT - Sekian lama kita mengalami proses domestifikasi (penjinakan) dan stupidikasi (pembodohan) dalam pendidikan. Peserta didik menjadi subjek eksploitasi oleh suatu kekuasaan di luar pendidikan dan menjadikan peserta didik sebagai budak dan alat dari penjajahan mental yang dilakukan oleh para penguasa. Proses domestifikasi dalam pendidikan ini dapat kita lihat dari perlakuan yang salah terhadap ijazah (pemujaan ijazah).

Ijazah dijadikan tangga untuk menaikkan status sosial, terlepas dari bagaimana proses yang dilalui dalam mendapatkannya.

Siapa yang tidak tersinggung—apalagi seorang praktisi dan pengelola pendidikan—ketika ada orang yang mengatakan; “Kalau saja ijazah di negeri ini tidak menjadi persyaratan formal, maka tidak akan saya sekolahkan anak ke lembaga formal untuk mengejar selembar ijazah”. Ijazah menjadi segalanya di republik ini, kita tidak akan diterima bekerja di institusi tertentu—walaupun memiliki kemampuan—ketika tidak memiliki ijazah. Ijazah menjadi tujuan, bukan alat (tool). Sehingga ijazah menjadi simbol status, strata sosial yang harus dicapai dengan berbagai cara—termasuk dengan uang.

Skandal Gelar Tanpa Nalar

Jusuf Kalla ketika menjadi Wapres sempat meragukan terhadap gelar sarjana, S2, dan S3 yang disandang para calon kepala daerah. Seperti jamur yang tumbuh di musim hujan, tiba-tiba banyak kepala daerah bergelar ria, mulai dari SE, SH, MM, MBA, bahkan doktor. Padahal menurutnya, untuk mendapatkan gelar doktor—apalagi guru besar—sungguh sangat sulit persyaratannya terutama dari sisi akademik.

Kerisauan Jusuf Kalla atau mungkin juga kita semua, patut muncul di tengah merebaknya ijazah palsu dan potret kelam dunia pendidikan kita yang diperhadapkan dengan sikap pragmatis masyarakat yang lebih memilih instan, korupsi, narkoba, prostitusi, dan budaya hedonistik lainnya.

Ijazah, sejatinya hanyalah tanda atau simbol, bahwa seseorang telah mempelajari bidang tertentu. Namun, pada tataran aplikatif ternyata ijazah atau sertifikat itu yang ternyata harus dikejar. Ini pula yang terjadi di sebagian masyarakat kita yang lebih mementingkan tampilan formal daripada substansi.

Hal ini lebih diperparah dengan sikap pemerintah dan lembaga tertentu yang mementingkan ijazah daripada performa seseorang dan kompetensinya. Bagi orang yang berduit dan haus penghargaan atau gelar, tentu tidak sulit mengambil jalan pintas untuk mendapatkan gelar. Namun, efek lebih jauh dari formalisasi tersebut adalah hancurnya korelasi antara gelar yang disandangnya dengan kualitas yang dimilikinya, sehingga memunculkan ‘inflasi’ gelar.

Problem Pendidikan Berdasarkan Kekuasaan

Arti penting pendidikan bagi keberlangsungan hidup ternyata masih banyak mengalami masalah-masalah yang cukup pelik ketika dilangsungkan berdasarkan kekuasaan. Setidaknya ada beberapa masalah yang berkenaan erat dengan pelaksanaan pendidikan berdasarkan kekuasaan, antara lain; Pertama, domestifikasi dan stupidikasi. Proses domestifikasi (penjinakan) dan stupidikasi (pembodohan) dalam pendidikan disebut juga imperialisme pendidikan dan kekuasaan.

Artinya, peserta didik menjadi subjek eksploitasi oleh suatu kekuasaan di luar pendidikan dan menjadikan peserta didik sebagai budak dan alat dari penjajahan mental yang dilakukan oleh para penguasa. Proses domestifikasi dalam pendidikan ini dapat kita lihat dari perlakuan yang salah terhadap ijazah (pemujaan ijazah). Ijazah dijadikan tangga untuk menaikkan status sosial, terlepas dari bagaimana proses yang dilalui dalam mendapatkannya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat