kievskiy.org

THR untuk Pengemudi Ojol dan Kurir, Perlu Klarifikasi dan Penjelasan Ulang dari Pemerintah

Ilustrasi ojek online (ojol).
Ilustrasi ojek online (ojol). /Antara/Fauzan

PIKIRAN RAKYAT - Kementerian Ketenagakerjaan menyatakan kurir dan pengemudi ojek online (ojol) berhak memperoleh Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan.

Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, Indah Anggoro Putri, menyampaikan, bahwa pengemudi ojol dan kurir logistik dikategorikan sebagai pekerja dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), meskipun hubungan kerja yang terjalin merupakan kemitraan.

“Kami sudah jalin komunikasi dengan para direksi, manajemen, para ojek online atau khususnya platform digital. Pekerja yang bekerja menggunakan platform digital, termasuk kurir-kurir logistik untuk juga dibayarkan THR-nya, sebagaimana tercakup dalam SE (Surat Edaran) THR ini”, tutur Dirjen, Indah A. Putri.

SE dimaksud adalah SE Menteri Ketenagakerjaan No. M/2/HK.04/III/2024 tanggal 15  Maret 2024 Tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan, yang ditujukan kepada para gubernur di seluruh Indonesia.

Baca Juga: Kepemimpinan Prabowo-Gibran Segera Berlangsung, Jokowi Tetap Bakal Ikut Campur?

Tentu perlu diluruskan lebih lanjut mengenai PKWT vs kemitraan agar para pihak yang berkepentingan menjadi jelas adanya dan tidak multi tafsir. Apakah hal ini merupakan kewajiban ataukah sebagai imbauan?

Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan, No. 13 Tahun 2003, pasal 59, dinyatakan, bahwasanya PKWT hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu : pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya; pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama selama tiga bulan; pekerjaan yang bersifat musiman, atau pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan. 

Hal ini tidak berbeda jauh dengan Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2021 Tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja, dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja, di mana dalam Bab II ditegaskan bahwa hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh dan perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu.

Baca Juga: Menguak Dampak Media Massa di Era Politik Kontemporer

Hubungan kerja di dalam hukum positif dimaknai sebagai hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur : pekerjaan, upah, dan perintah.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat