kievskiy.org

Dukungan Amerika Serikat bagi Israel Penjajah, Bukti Matinya Humanisme

Asap mengepul menyusul serangan Israel penjajah selama operasi militer di Rafah pada 28 Mei 2024.
Asap mengepul menyusul serangan Israel penjajah selama operasi militer di Rafah pada 28 Mei 2024. /Reuters/Hatem Khaled

PIKIRAN RAKYAT - Sejak Benjamin Netanyahu membalas serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, kekejaman Israel penjajah untuk melakukan pembantaian atas warga Palestina terus saja dilakukan.Pembantaian terbaru terjadi di kamp pengungsi Nuseirat, Jalur Gaza, pada Sabtu 8 Juni 2024.

Korban tewas akibat serangan yang dilakukan oleh pasukan tentara Israel di kamp tersebut mencapai 210 warga Palestina dan melukai lebih dari 400 orang. Padahal sebelumnya, Israel penjajah juga disorot dunia akibat pembantaiannya di tenda kamp Rafah (kota perbatasan Jalur Gaza-Mesir), pada Minggu 26 Mei 2024 yang menewaskan tidak kurang dari 45 orang dan 249 lainnya terluka, dengan sebagian besar korban adalah perempuan dan anak-anak.

Peristiwa demi peristiwa keji ini menunjukkan bahwa “garis merah” yang diembuskan Gedung Putih di Rafah sebenarnya adalah lampu hijau bagi Israel penjajah untuk melakukan kekejaman yang berkelanjutan. Itulah mengapa pemerintah Amerika Serikat menilai tindakan keji Israel penjajah itu belum “melewati batas”.

Penilaian pemerintah Amerika Serikat itu dilontarkan ketika Mahkamah Internasional (MI) memerintahkan Israel penjajah untuk mematuhi Konvensi Genosida dan “segera menghentikan serangannya” di Rafah. MI juga menuntut agar Israel penjajah segera mengizinkan “penyediaan tanpa hambatan layanan dasar dan bantuan kemanusiaan yang sangat dibutuhkan.”

Dukungan Amerika Serikat atas aksi keji Israel penjajah di Jalur Gaza itu menunjukkan bahwa gagasan “humanisme Barat” yang pertama kali tumbuh pada masa Renaisans, dari abad ke-14 hingga ke-17, menjadi terasa ketinggalan zaman.

Jika humanisme diartikan sebagai “nilai-nilai kemanusiaan yang universal,” sebagai “kemajuan,” sebagai “eksepsionalisme Amerika” yang didasarkan pada kekuatan nalar, maka dukungan Amerika Serikat atas aksi genosida Israel terhadap warga Palestina tidak memberikan makna apa pun pada hal-hal tersebut, dan ini justru membunuh humanisme itu sendiri.

Matinya Humanisme

Ilustrasi humanisme.
Ilustrasi humanisme.

Penulis berkebangsaan Spanyol George Santyana pernah mengingatkan, ‘Mereka yang tidak dapat mengingat masa lalu dikutuk untuk mengulanginya’ (The Life of Reason: Reason in Common Sense. Scribner's, 1905: 284).

Karenanya, sepuluh tahun setelah Perang Dunia II berakhir, Bertrand Russell yang bekerja sama dengan Albert Einstein dan sembilan ilmuwan terkemuka lainnya, pernah mengeluarkan sebuah Manifesto di London pada 9 Juli 1955, yang kemudian dikenal sebagai Manifesto Russell-Einstein. Manifesto ini menyoroti bahaya kemusnahan umat manusia yang diakibatkan oleh senjata nuklir dimasa Perang Dingin dan mendesak pemerintah di seluruh dunia untuk mencari solusi damai dalam menyelesaikan semua perselisihan di antara mereka.

Kematian manusia akibat peperangan masih terus saja terjadi di seluruh dunia. Genosida terus berlanjut. Orang-orang mengungsi dari rumahnya. Kamp pengungsian pun menjadi tempat yang tidak aman bagi mereka. Kehidupan bahagia yang menjadi hak seseorang direnggut bukan karena kesalahan mereka. Mungkinkah ini yang disebut dengan matinya humanisme?

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat