kievskiy.org

Pemecatan Anwar Usman Dinilai Tak Sesuai Harapan, Pakar: Adik Ipar Jokowi Harus Mundur Jadi Hakim MK

Ketua Hakim Konstitusi Anwar Usman (kedua kanan) berjalan menuju Gedung II Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta, Jumat (3/11/2023). Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) melanjutkan memeriksa Ketua Hakim Konstitusi secara tertutup terkait pelaporan etik Hakim Mahkamah Konstitusi dari masyarakat.
Ketua Hakim Konstitusi Anwar Usman (kedua kanan) berjalan menuju Gedung II Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta, Jumat (3/11/2023). Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) melanjutkan memeriksa Ketua Hakim Konstitusi secara tertutup terkait pelaporan etik Hakim Mahkamah Konstitusi dari masyarakat. /GALIH PRADIPTA ANTARA FOTO

PIKIRAN RAKYAT - Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Padjajaran, Profesor Susi Dwi Harijanti menilai pemecatan Anwar Usman dari jabatan Ketua MK kurang. Menurutnya, adik ipar Jokowi itu semestinya mengundurkan diri sebagai hakim MK pascaputusan MKMK yang memberhentikannya sebagai Ketua MK.

“Kalaupun tidak ada secara eksplisit dikatakan diberhentikan sebagai hakim MK, maka yang bersangkutan bisa melakukan penilaian diri, dengan mengundurkan diri, apalagi sudah dinyatakan (melakukan) pelanggaran berat terhadap kode etik," katanya di Gedung MK usai putusan MKMK, Selasa 7 November 2023.

"Jadi bagaimana mungkin bisa tetap mempertahankan posisi beliau sebagai hakim konstitusi mengingat putusan MKMK yang tadi menyatakan terbukti melakukan pelanggaran berat kode etik, kemudian memberhentikan sebagai Ketua MK," tuturnya menambahkan.

Baca Juga: 7 Poin Penting Soal Pemecatan Anwar Usman sebagai Ketua MK oleh MKMK

Tak Cukup hanya Pemecatan Anwar Usman

Kuasa hukum dari pelapor yang mewakili 15 Guru Besar, Arief Maulana mengatakan bahwa putusan MKMK tidak sesuai harapan. Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara dalam Constitutional and Administrative Law Society (CALS) itu menilai, apa yang diterima Anwar Usman tidaklah cukup.

"Kalau hanya putusan pemberhentian Anwar Usman, itu tidak cukup," ucapnya.

Menurut Arief Maulana, MKMK punya ruang 'lebih progresif' dengan menyatakan putusan 'perkara 90' dibatalkan demi hukum. Hal itu adalah karena putusan tersebut diambil oleh hakim yang memiliki konflik kepentingan.

"Atau setidak-tidaknya, MKMK memerintahkan kepada hakim MK yang tidak memiliki konflik kpentingan, untuk kemudian mengadili kembali," ujarnya.

Dengan keputusan MKMK tersebut, belum sepenuhnya menjawab keadilan masyarakat serta memulihkan citra lembaga penjaga konstitusi tersebut. Arief Maulana mengatakan, putusan MKMK sebagai 'tanda-tanda matinya konstitusi dan demokrasi' karena Anwar Usman tidak benar-benar diberhentikan sebagai hakim konstitusi.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat