kievskiy.org

Tanggapan Dewan Pers Soal Film Dokumenter Dirty Vote

3 ahli hukum tata negara selaku pemeran utama film Dirty Vote, yaitu Zainal Arifin Mochtar, Bivitri Susanti, dan Feri Amsari.
3 ahli hukum tata negara selaku pemeran utama film Dirty Vote, yaitu Zainal Arifin Mochtar, Bivitri Susanti, dan Feri Amsari. /X @Dandhy_Laksono

PIKIRAN RAKYAT - Film dokumenter Dirty Vote dibuat oleh Watchdoc, disutradarai oleh sutradara Sexy Killers Dandhy Dwi Laksono. Film tersebut berhasil menarik perhatian, dalam dua hari, film dokumenter itu mencapai 13 juta views.

Dirty Vote dibuat sekira dua pekan melalui pelbagai proses, yakni mencakup proses riset, produksi, penyuntingan, sampai rilis. Pembuatannya melibatkan 20 lembaga, antara lain Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Bangsa Mahardika, Ekspedisi Indonesia Baru, Ekuatorial, Fraksi Rakyat Indonesia, Perludem, Indonesia Corruption Watch (ICW), JATAM, Lokataru, LBH Pers, WALHI, Yayasan Kurawal, dan YLBHI.

Tak sedikit pihak yang bertanya, apakah film Dirty Vote merupakan produk jurnalistik? Lalu, bagaimana tanggapan Dewan Pers dengan adanya film dokumenter tersebut?

Tanggapan Dewan Pers

Film Dirty Vote, film yang mencapai 13 juta views dalam dua hari.
Film Dirty Vote, film yang mencapai 13 juta views dalam dua hari.

Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu berujar, film dokumenter yang disutradarai Dandhy Laksono itu tidak termasuk produk jurnalistik. Namun, bukan berarti film itu berisi fiksi atau berita bohong, lantaran materi yang disajikan ahli hukum tata negara Bivitri Susanti, Zainal Arifin Mochtar, dan Feri Amsari merupakan fakta pengadilan, rekam peristiwa dalam rangkaian Pilpres, dan analisis akademis.

"Terhadap informasi seperti yang ada dalam film dokumenter ini, sebagian orang bisa memberi penilaian penting, meski ada juga yang mengatakan ini tidak penting. Tapi film ini merupakan dokumenter eksplanatori, jadi bukan karya fiksi," kata dia.

Ninik mendorong publik mencari sumber informasi lain guna melengkapi pemahaman ihwal isu yang ditampilkan dalam film tersebut. Respons masyarakat menggali informasi yang benar dan akurat, termasuk pascakemunculan film itu adalah proses penting dalam demokrasi di Indonesia.

"Banyak sumber bisa dijadikan rujukan untuk melengkapi data dan informasi yang disajikan dalam film ini, misalnya melihat putusan pengadilan, klarifikasi kelompok yang membantah, dan bisa juga dari buku atau literatur," ucap dia, "yang terpenting, film ini berbeda dengan karya yang dibuat untuk propaganda dan provokasi. Masyarakat tidak perlu sampai ke perdebatan itu."

Dari mana sumber dana pembuatan Dirty Vote?

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat