PIKIRAN RAKYAT - Istilah linguistik forensik diciptakan pada tahun 1968 oleh profesor linguistik Jan Svartvik.
Dikutip Pikiran-Rakyat.com dar thoughtco.com pada 3 September 2022, linguistik forensik adalah penerapan penelitian linguistik melalui metode hukum, termasuk evaluasi bukti tertulis dan bahasa undang-undang.
Aplikasi linguistik forensik mencakup kemampuan dalam mengidentifikasi suara, interpretasi makna dalam hukum dan tulisan hukum, analisis wacana dalam pengaturan hukum, interpretasi makna yang dimaksudkan dalam pernyataan lisan dan tertulis (pengakuan), identifikasi kepengarangan, bahasa hukum (pengakuan), analisis bahasa ruang sidang yang digunakan oleh peserta sidang (hakim, pengacara, dan saksi), hukum merek dagang, dan interpretasi dan terjemahan ketika lebih dari satu bahasa harus digunakan dalam konteks hukum.
Di beberapa kasus hukum, ahli bahasa diminta untuk memberikan bantuan investigasi atau bukti ahli untuk digunakan untuk pengadilan.
Baca Juga: 5 Kebiasaan yang Bikin Lelah Mental, Salah Satunya Sering Berkata 'Iya'
Dalam literatur, linguistik forensik mempunyai fokus yang cukup besar pada aturan untuk penerimaan bukti identifikasi kepengarangan untuk penuntutan pidana, tetapi peran ahli bahasa dalam memberikan bukti bisa lebih dari ini.
Profesor hukum Vanderbilt Edward Cheng, ahli dalam bidang bukti forensik, mengatakan bahwa analisis linguistik paling baik digunakan ketika hanya segelintir orang yang dapat menulis teks tertentu.
Sebagian besar bukti yang diberikan oleh ahli bahasa tidak melibatkan identifikasi kepengarangan, dan bantuan yang mungkin tidak terbatas hanya pada penyediaan bukti untuk penuntutan pidana.
Baca Juga: Mulai Sabtu Pemerintah Naikan Harga Pertalite Jadi Rp10 ribu per liter, Jokowi: Ini Pilihan Terakhir
Adapun, 8 masalah yang harus dihadapi oleh seorang ahli bahasa forensik adalah: